Selasa, 27 November 2012

Sejarah Agama Hindu



A.    Pendahuluan
            Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia.[1]

Letak peradaban terbesar bangsa India adalah teletak di Mohenjodaro dan Harapa. Suku asli India adalah bangsa Dravida, yang kemudian eksistensinya sedikit demi sedikit tergusur loleh kedatangan bangsa Arya dari Asia Barat[2]. Peradaban India sering disebut dengan peradaban sungai Indus yang dialiri oleh lima anak sungai yaitu; Yellum, Chenab, Ravi, Beas, Suttly yang kemudian terkenal dengan sebutan Punjab (Daerah lima Aliran Sungai).
india.gif
Gambar 1: Harappa dan Mohenjodaro
Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap.[3]
peta india.jpg
Gambar 2: Peta India
B.     Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban lembah sungai Indus:Kebudayaan sungai indus terletak di lembah sungai Indus( sungai Sindhu)di daerah bagian Punjab( barat laut India). Kebudayaan ini berkembang sejak 3000 Sm. Penelitian kebudayaan dilakukan oleh arkeolog inggris bernama sir John Marshaal yang dibantu oleh Benerji ahli purbakala dari indiaBerdasarkan penelitian ini kebudayaan india kuno berpusat di kota Mohenjodaro dan harappa, amri, dan Changko daro.Pendukung kebudayaan lembah sungai Indus adalah bangsa dravidadengan ciri kulit hitam, rambut keriting dan hidung pesek. Lembu jantan biasadianggap sebagai binatang yang keramat demikian pula dengan gajah, badak dan buaya yang banyak di temukan dalam pahatan materai-materai. Mereka juga menyembah pohon-pohon besar. Yang ditemukan dalam lukisan –lukisan ( semacam pohon Bodhi) yang oleh agama budha dianggap sebagai pohon suci.[4]
Peradaban suku bangsa Dravida berpusat di tepi sungai Indus (Shindu). Peninggalan tersebut adalah reruntuhan kota tua Mohenjo Daro-Harrapa. Dari reruntuhan tersebut dapat ditemukan bukti-bukti keberadaan sebuah tata kota modern peninggalan suku bangsa Dravida 2000 tahun SM. Ciri-ciri tersebut diantaranya:

a.Bangunan-bangunan dibuat secara teratur
b.Jalan-jalan lurus dan teratur
c.Terdapat saluran pembuangan air
d.Rumah-rumah dilengkapi dengan kamar mandi
e.Terdapat pemandian umum/ kolam renang

Bukti keunggulan budaya suku bangsa Dravida yang lain adalah:

a.Telah mengenal sistim tata kota modern
b.Mengenal meterai dan mata uang
c.System transportasi dengan kereta kuda
d.Mengenal tulisan
e.Pembagian masyarakat dalam 4 golongan
Kebudayaan Lembah Sungai Gangga merupakan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan kebudayaan bangsa Dravida. Kebudayaan ini lebih dikenal dengan kebudayaan Hindu. Daerah-daerah yang diduduki oleh bangsa Indo-Arya sering disebut dengan Arya Varta (Negeri Bangsa Arya) atau Hindustan (tanah milik bangsa Hindu). Bangsa Dravida mengungsi ke daerah selatan, kebudayaannya kemudian dikenal dengan nama kebudayaan Dravida.[5]

Sosial-Budaya
Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap.[6]
Gambar-5.8-Situs-tempat-penemuan-peradaban-di-Harappa.jpg
Gambar 3: Situs tempat penemuan peradaban di Harappa
Benda-benda lain yang ditemukan di kawasan Mohenjodaro-Harappa adalah bermacam-macam periuk belanga yang sudah dibuat dengan teknik tuang yang tinggi. Selain itu ditemukan juga benda-benda yang terbuat dari porselin Tiongkok yang diduga digunakan sebagai gelang, patung-patung kecil, dan lain-lain. Dari hasil penggalian benda, dapat diasumsikan bahwa teknik menuang logam yang telah mereka lakukan sudah tinggi. Mereka dapat membuat piala-piala emas. Mereka dapat membuat piala-piala emas, perak, timah hitam, tembaga, maupun perunggu. Penduduk Mohenjodaro-Harappa sudah mampu membuat perkakas hidup berupa benda tajam yang dibuat dengan baik. Namun, senjata seperti tombak, ujung anak panah, ataupun pedang, sangat rendah mutu buatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa merupakan orang-orang yang cinta damai, atau dengan kata lain tidak suka berperang. Pada masa ini pula, diduga masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mengenal hiburan berupa tari-tarian yang diiringi genderang. Di tempat penggalian ini juga ditemukan alat-alat permainan berupa papan bertanda serta kepingan-kepingan lain. Masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mempunyai tata kota yang sangat baik. Masyarakat pendukung kebudayaan ini juga dikenal mempunyai sistem sanitasi yang amat baik. Mereka mempunyai tempat pemandian umum, yang dilengkapi dengan saluran air dan tangki air di atas perbentengan jalan-jalan utama.[7]
Kepercayaan
Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya, masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Jenazah yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus. Namun ada kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh “Mother Goddess”, yaitu tokoh semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi, yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.
Politik
Kondisi kehidupan perpolitikan pada masa transisi (pasca Harappa hingga masa Arya), tampaknya mulai terganggu dengan menyusutnya penduduk yang tinggal di kawasan Lembah Indus selama paruh kedua millenium II SM. Mungkin saja terjadi karena pendukung kebudayaan Indus itu musnah atau melarikan diri agar selamat ke tempat lain, sementara para penyerang tidak bermaksud untuk meneruskan tata pemerintahan yang lama. Hal ini bisa terjadi karena diasumsikan tingkat peradaban bangsa Arya yang masih dalam tahap mengembara, belum mampu melanjutkan kepemimpinan masyarakat Indus yang relatif lebih maju, dilihat dari dasar kualitas peninggalan kebudayaan yang mereka tinggalkan..[8]

C.    Kedatangan Bangsa Arya dan Pertemuan dengan Bangsa Dravida
Nama arya berarti bangsawan atau tuan, yang terdapat dalam bahasa persia dan india. Perpindahan Bangsa Arya di India terjadi bertahap-tahap, dan tidak terjadi langsung dengan gelombang besar. Waktu yang dibutuhkan juga membutuhkan waktu yang berabad-abad, itupun sambil membawa keluarga mereka.[9]
khyber-pass-route-800.jpg
Gambar 4: Celah Khaibar
Pada tahun 1500 SM, bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah masuk ke wilayah India melalui Celah Khaibar. Kedatangan mereka mendesak bangsa Dravida. Bangsa Arya yang merupakan bangsa penggembala berkulit putih dan badan tinggi besar berperang beberapa lamanya dengan bangsa Dravida. Peperangan tersebut mengakibatkan bangsa Dravida pindah ke selatan, namun ada juga yang tetap bertahan dan melakukan interaksi dengan bangsa pendatang tersebut. Interaksi yang terus-menerus itu menimbulkan asimilasi kebudayaan, yaitu lahirnya kebudayaan Hindu yang merupakan percampuran kebudayaan Dravida dan Arya.[10]
Pada waktu bangsa Arya menyerbu ke India, di sana telah tinggal penduduk India yang asli, termasuk bangsa Dravida. Bangsa ini berbadan kecil kulitnya kehitam-hitaman bahkan ada juga yang hitam, hidungnya pipih dan rambutnya ikal, mula-mula bangsa asli tersebut tersebar di seluruh India Selatan saja. Bangsa Dravida itu tinggal di kota-kota, bercocok tanam, dan pandai berlayar menyusuri pantai.
Sifat bangsa Arya berlainan dengan bangsa Dravida. Bangsa Arya berkulit putih, badannya tinggi dan besar, rambutnya kemerah-merahan, hidungnya besar dan mancung, dan matanya biru. Sifat yang paling istimewa dari bangsa Arya ini adalah pandai berperang daripada bangsa Dravida. Mereka menggunakan bahasa Sansekerta. Mereka tidak lagi menjadi bangsa pengembara, melainkan sebaliknya. Mereka menetap menjadi masyarakat desa, bercocok tanam, dan berdagang. Mereka mempunyai tiga macam pekerjaan utama yakni menjalankan agama, berperang, dan berdagang. Ketiga pekerjaan itu menimbulkan tiga golongan dalam pergaulan hidup mereka, yaitu golongan pendeta, golongan prajurit, dan golongan gpedagang. Lambat laun ketiga golongan tersebut berubah menjadi kasta Brahmana, kasta Ksatria, dan kasta Waisya. bangsa asli (Dravida( yang telah ditaklukkan,  oleh bangsa Arya, mereka dimasukkan ke dalam kasta yang keempat yakni kasta Sudra. Sedang bangsa asli yang terdesak ke selatan, tidak dimasukkan ke dalam kasta apapun. Mereka oleh bangsa Arya disebut kasta Pariah, artinya orang yang tidak termasuk ke dalam lingkungan pergaulan hidup tertentu. Dari asas pergaulan kehidupan social itu menyebabkan timbulnya konsepsi Hinduisme mengenai struktur dan susunan masyarakat.[11]
D.    Pengaruh Bangsa Arya
Kedatangan bangsa Arya di India telah memberi pengaruh besar dalam sejarah perkembangan Bangsa India sendiri. Bangsa Dravida yang sebelumnya telah menempati India telah memberi tiga reaksi pasca serangan bangsa Arya. Kelompok pertama adalah mereka yang menolak kedatangan bangsa Arya dengan memberi perlawanan sampai mati. Kelompok kedua yaitu mereka yang akhirnya menyingkir ke daerah selatan, Deccan dan Bihar. Kelompok ketiga adalah yang kemudian melakukan asimilasi dengan bangsa Arya, yang kemudian melahirkan budaya baru.
Fokus peneitian para ilmuan sejarah masih masih berkisar pada budaya yang telah dihasilkan oleh percampuran bangsa Arya dan Dravida tersebut, atau yang kemudian sering dengan kebudyaan Indo-arya. Alasan utamanya adalah bahwa percampuran tersebut selanjutnya melahirkan sistem budaya dan poitik yang lebih mudah untuk dirunut pada sejarawan. Pengaruh selanjutnya dari budaya Indo-arya adalah munculnya perbagai budaya seperti Bahasa Sansekerta, Upacara Keagamaan, dan hal-hal sacral lainnya. Selain itu adalah kemunculan dan berkembangnya Agama Hindu yang menjadi agama terbersar di India sampai sekarang.
Pengaruh yang signifikan dari bangsa Arya yang selama ini banyak dikaji adalah munculnya banyak kerajaan bercorak Arya. Proses kultural yang berlangsung hingga abad ke-7 sebelum masehi kemudian melahirkan sejarah politk bangsa India yang sangat panjang. Pada periode ini suber sejarah India semakin terang dengan perlbagai iniformasi tertulis dari dalam India maupun dari catatan asing. Beberapa kerajaan penting pada masa awal perkembagnan Arya adalah Gandhara, Kosala, Kasi dan Maghada. Tetapi sampai sekarang hanya kerajaan-kerajaan yang mempunyai pengaruh besar saja yang dapat diakses dan dikaji. Hal karena terbatasnya sumber sejarah yang menerangkan perihal tersebut. Selain itu kita tahu India mempunyai wilayah yang cukup luas, dan tidak memungkinkan dikaji kerajaan-kerajaan yang terseban seantero India. Dari sekian banyak kerajaan, mungkin yang dapat diakses dan dikaji karena mempunyai peranan penting dalam perkembangan peradaban di India. Salah satunya adalah Maghada[12].
E.     Munculnya Agama Hindu di India
Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus) melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa Dravida yang masih memuja roh nenek moyang. Berkembanglah Agama Hindu yang merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan bangsa Aria dan bangsa Dravida. Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di Lembah Sungai Indus/ SungaiShinduHindustan sehingga disebut kebudayaan Hindu yang selanjutnya menjadi agama Hindu. Daerah perkembangan pertama agama Hindu adalah di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).
Perkembangan Agama Hindu di India pada dasarnya terjadi selama empat fase. Jaman Weda, jaman Bharmana, jaman Upanisad dan jaman Budha. Jaman Weda disinyalir telah berkembang pada masa perdaban Mohenjodaro dan Harappa. Bukti yang menunjukan fase ini adalah adanya patung yang menyerupai perwujudan Siwa. Selain itu pada masa ini masyarakat India kuno juga telah menyembah dewa-dewa. Tetapi kepastian dimulainya fase Weda adalah pada masa Bangsa Arya berada di Punjab di lembah sungai Indus. Sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum masehi. Setelah terdesak bangsa Dravida akhirnya hijrah ke arah Selatan di dataran tinggi Dekkan, dan sebagian ada yang membaur dan berasimilasi dengan kebudayaan bangsa Arya. Bangsa Arya sendiri telah menyembah beberapa dewa, diantaranya: Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Tetapi tuhan-tuhan tersebut hanyalah manifestasi dari perwujudan tuhan yang Maha Esa, yang mengatur dan berkuasa atas alam semesta yang disebut “Rta”.[13]

Daftar pustaka

Ayu Lestari, Sejarah Perkembangan Bangsa Arya, 2012 melalui: http://ayumaksu.blogspot.com/2012/04/sejarah-perkembangan-bangsa-arya.html
Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melaui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/
Fitriyani, Akulturasi Bangsa Arya dengan Dravida, dikutip pada 31 Maret 2011 melalui: http://sejarahfitriyani.blogspot.com/2011/03/akulturasi-bangsa-arya-dengan-dravida.html
R. C. Majumdar dkk. An Advanced History of India. London: Macmillan & Co LTD. 1958. Hlm 24.
Rina Adityana, Historia Vitae Magistra, http://www.freewebs.com/rinanditya/hindubudha.htm
T.H. Thalhas, Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Galura Pase. 2006.
Yugo Preo, Peradaban Lembah Sungai Indus, dikutip pada 27 Oktober 2009 melaui: http://www.scribd.com/doc/21688858/Peradaban-Lembah-Sungai-Indus


[1]Rina Adityana, Historia Vitae Magistra, http://www.freewebs.com/rinanditya/hindubudha.htm
[2] R. C. Majumdar dkk. An Advanced History of India. London: Macmillan & Co LTD. 1958. Hlm 24.
[3] Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melalui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/
[4] Yugo Preo, Peradaban Lembah Sungai Indus, dikutip pada 27 Oktober 2009 melaui: http://www.scribd.com/doc/21688858/Peradaban-Lembah-Sungai-Indus
[5] Fitriyani, Akulturasi Bangsa Arya dengan Dravida, dikutip pada 31 Maret 2011 melalui: http://sejarahfitriyani.blogspot.com/2011/03/akulturasi-bangsa-arya-dengan-dravida.html
[6] Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melaui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/

[7] Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melaui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/

[8] Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melaui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/
[10] Budiyanto, Peradaban Lembah Sungai Indus, melaui: http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-x/peradaban-lembah-sungai-indus/
[11] T.H. Thalhas, Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Galura Pase. 2006. Hlm 56
[13] Ayu Lestari, Sejarah Perkembangan Bangsa Arya, 2012 melalui: http://ayumaksu.blogspot.com/2012/04/sejarah-perkembangan-bangsa-arya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar