Yoga by: Faur Rasyid
1. Pendahuluan
Ada banyak jalan untuk
mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki
tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman.
Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan
masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena
itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda
pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang
yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak
memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama
masih berada dalam jalan rohani tersebut.
Jalan rohani itu merupakan
sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani
memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani
yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di
segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan
perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran
jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi
kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat
pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih
luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.
Dengan demikian kita tidak
berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di
mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan oaring tidak
meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh
dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal
adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan
kemapuan spiritual seseorang.
2. Filsafat
Yoga
a. Pengertian
Filsafat Yoga
Yoga berasal dari bahasa Sanskerta berarti "penyatuan", yang bermakna
"penyatuan dengan alam" atau "penyatuan dengan Sang
Pencipta". Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa di
mana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk
mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan. Yoga secara
harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau
menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi tentang
yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua hal yang penting
sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus
tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga merupakan suatu
proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh
seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai
persatuan dengan Hyang Agung.
Jiwa manusia dibawa kepada
kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang Widhi).
Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah ketenangan
hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala sesuatu yang terbaik
dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga juga, Yoga
mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar kepada
pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa.
Kata
Yoga artinya hubungan. Hubungan antara rokh berpribadi dengan rokh yang
universal yang tidak berpribadi. Dalam hal ini Rsi Patanjali mengartikan yoga
sebagai penghentian gerakannya pikiran.
Ajaran
Yoga adalah anugrah yang luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali kepada siapa
saja yang melaksanakan hidup kerokhanian. Ajaran ini merupakan bantuan kepada
mereka yang ingin menginsyafi kenyataan adanya roh sebagai azas yang bebas,
bebas dari tubuh indrinya dan pikiran yang terbatas.
Yoga
sebagai cara untuk menguasai pikiran, agar supaya kesadaran yang biasa diganti
dengan yang luar biasa, sebagai bukti bahwa orang telah mendapat pengalaman
mistis yang sungguh-sungguh, telah dikenal orang India sejak zaman kuna. Di
zaman yang kemudian yoga menghubungkan diri dengan aliran agama dan filsafat
yang bermacam-macam, atau mungkin lebih tepat dikatakan, bahwa tiap aliran
mencoba memberikan dasar yang teoritis kepada yoganya.
Yoga dalam gerakannya
berorientasi menciptakan suasana batin yang tenang untuk mencapai atau menyatu-nya
ruh individu dan ruh universal. Muara dari orientasi tersebut adalah kedamaian
batin yang merupakan landasan dari kebahagiaan manusia. Yoga mengajarkan
ketenangan dalam menyikapi permasalahan atau konflik yang terjadi antara
individu. Yoga menjawab permasalahan dalam cabang filsafat etika tentang apa
yang menyebabkan kebahagiaan manusia.
Yoga merupakan
implementasi dari etika dalam filsafat. Perkembangan yang terjadi dewasa
ini, yoga yang ada saat ini berbeda dengan yoga pada awal kemunculannya. Dewasa
ini, yoga memiliki ribuan aliran, namun terdapat 9 (Sembilan) aliran yang
disesuaikan dengan kebutuhan manusia, antara lain Jnana Yoga, Karma Yoga,
Bhakti Yoga, Yantra Yoga, Tantra Yoga, Mantra Yoga, Kundalini Yoga, Hatha Yoga
dan Raja Yoga. Beberapa diantara aliran yoga tersebut berorientasi pada proses
penenangan hati dan dapat menjadi pengobatan alternatif. Namun yang sekarang
banyak dipakai adalah Hatha Yoga atau penyatuan melalui penguasaan tubuh dan
nafas secara olah fisik.
Sistem filsafat yang
dipakai untuk mendasari system yoga terang diambil dari ajaran Sankhya. Sebab
juga yoga mengajarkan bahwa :
Ø Benda dan roh adalah kenyataan terakhir dari segala sesuatu (
prakrti dan purusa)
Ø Bahwa jumlah purusa adalah banyak sekali
Ø Bahwa alam semesta dialirkan satu sumber, yaitu prakrti
Ø Keduapuluh lima azas yang diajarkan oleh sankhya, yaitu purusa dan
prakrti dengan perkembangannya dari mahat hingga anasir kasar ( mahat, buddhi,
ahamkara, manas, buddhendrya, karmendriya, tanmatra, dan mahabhuta) diterima
juga oleh yoga, sekalipun dengan perubahan sana-sini.
Konsepsi yang paling
penting di dalam sistem yoga adalah citta. Citta dipandang sebagai hasil
pertama dari perkembangan prakrti, yang meliputi juga ahamkara dan manas. Jadi
yang dimaksud dengan citta ialah gabungan buddhi, ahamkara, dan manas. Tujuan
system
b. Tokoh
Filsafat Yoga
Tokoh
pertama dari filsafat yoga adalah Rsi Patanjali yang menulis dalam karyanya
Yoga Sutra pada abad yang kelima masehi. Beliau pendiri sistim ajaran yoga,
walaupun unsur-unsur ajarannya sudah ada sebelum karya tulis ini. Kemudian
muncullah buku-buku komentar atas ajaran beliau seperti Byasa-bhasya tulisan
Byasa Nitti tulisan Bhojaraja dan lain-lain.
Komentar-komentar
ini menguraikan ajaran-ajaran yoga Rsi Patanjali yang ditulis dalam
kalimat-kalimat pendek yang padat isinya. Pada kira-kira tahun 650-850Waysa
menulis keterangan tentang isi buku Rsi Patanjali dengan memberikan tekanan
kepada permenungan.
c. Isi
Kitab Yoga Sutra
Yoga
terdiri dari empat kitab dan tiap orang boleh memilih beberapa diantara yang
empat itu sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing yaitu :
v Bakthi
yoga yaitu dengan sujud bakti, dengan rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan.
v Karma
yoga yaitu dengan melakukan kewajiban-kewajiban dan perbuatan-perbuatan
baik,dengan ikhlas tanpa pamrih.
v Jnana
yoga yaitu dengan jalan pengetahuan atau filsafat, tetapi yang dimaksud semula
adalah pengetahuanyang berdasarkan intuisi.
v Raja
yoga yaitu dengan jalan mistik, yang terdiri dari beberapa tahap yang disebut
dengan Assatangga Yoga. Ini merupakan jalan yang paling sulit yang hanya cocok
bagi orang yang berbakatuntuk menjalankan tapa.
3. Etika
Yoga
Dalam
filsafat yoga maka yoga berarti penghentian kegoncangan-kegoncangan pikiran.
Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaan pikiran itu ditentukan oleh intensitas
sattwa, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran itu ialah:
a. Ksiptaartinya
tidak diam-diam
Dalam keadaan
ini pikiran diombang ambingkan oleh rajas dan tamas dan ditarik-tarik oleh
objek indranya dan sarana-sarana untuk mencapainya. Pikiran melompat-lompat
dari satu objek ke objak yang laint tanpa mengaso pada satu objek
b. Mudha
artinya lamban dan malas
Ini disebabkan
oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang alam
pikirannya demikian cenderung lebih bodoh, senang tidur dan sebagainya.
c. Wiksipta
artinyabingung, kacau.
Hal ini
disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena pengaruh ini pikiran mampu mewujudkan
semua objek dan mengarahkannya kepada kebajikan, pengetahuan dan sebagainya. Ini
merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek namun sifatnya sementara
sebab akan sisusul lagi oleh kekuatan pikiran.
d. Ekagra
artinya terpusat.
Disi citta
terhapus dari cemarnya rajas sehingga sattvalah yang kuasa atas pikiran. Ini
merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia
menetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan
perobahan-perobahan pikiran.
e. Niruddha
artinya terkendali.
Dalam tahap ini
berhentilah semua kegiatan pikiran, hanya ketenanganlah yang ada.
Ekagra
dan Niruddha merupakan bantuan dan persiapan untuk mencapai tujuan akhir yaitu
kelepasan. Ekagra bila berlangsung terus menerus disebut samprajnata yoga atau
mediasi yang dalam yang padanya ada perenungan kesadaran akan suatu objek yang
terang.
Ada
empat macam samprajnana yoga menurut jenis obat renungannya, keempat jenis itu
ialah :
a. Sawitarka
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu objek benda kasar seperti arca
dewa atau dewi.
b. Sawicara
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu objek yang halus yang tidak nyata
seperti tanmatra.
c. Sananda
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu objek yang halus seperti rasa
indranya.
d. Sasmita
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada asmita yaitu anasir rasa aku yang
biasanya rokh menyamakan dirinya dengan ini.
4. Astangga
Yoga
Ajaran
sankhya yoga mengatakan bahwa kelepasan itu dapat mencapai melalui pandangan
spiritual pada kebenaran rokh sebagai suatu daya hidup yang kekal yang berbeda
dengan badan dan pikiran.
Pandangan
spiritual seperti tersebut diatas ini hanya dapat dimiliki bila pikiran itu
bersih. Tenang tak digoncangkan oleh apapun juga. Untuk meningkatkan kebersihan
pikiran itu yoga mengajarkan adanya 8 jalan yang bertahap-tahap yang disebut
astangga yoga yaitu :
a. Yama, yaitu
dilarang melakukan kekerasan (himsa), berbohong, mencuri, seks bebas, rakus,
iri hati.
b. Niyama, yaitu
anjuran menjaga kebersihan lahir batin, lingkungan, kesederhanaan, bersyukur
selalu untuk apa adanya, rajin belajar dan setia pada pasangan hidup, guru,
orang tua, negara, dan seterusnya.
c. Asana, yaitu pelatihan atau posisi posisi hatha-yoga
menyeluruh yang meliputi gerakan-gerakan sambil berdiri, duduk, berbaring dan
juga secara akrobatis demi menjaga otot-otot persendian, organorgan bagian
dalam dan luar tubuh.
d. Pranayama: Pernafasan yang dilatih secara sistematis,
baik secara individual maupun berkelompok.
e. Pratihara: memusatkan pikiran dan perhatian ke dalam
diri, membatasi diri dari berbagai rangsangan-rangsangan duniawi yang mengikat
dan negatif melalui berbagai panca indra kita.
f. Dharana: memusatkan perhatian pada suatu hal dalam
kehidupan ini, 6-7-8 harus dibawah guru spritual yang handal dan non pamrih.
g. Dhyana: meditasi ke arah
ketenangan.
h. Samadi: pencerahan spritual akan hakekat diri manusia
itu sendiri dan hubungannya dengan Sang Pencipta.
Kandungan metafisika dan etika dalam dunia filsafat sangat mengena
jika melihat 8 (delapan) prinsip dasar dari yoga. Prinsip-prinsip tersebut
mengarah pada hubungan antara jiwa (spiritual) yang dikelola melalui raga untuk
mencapai ketenangan batin dalam meraih kebahagiaan.
5.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan
pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur
segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa
mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.
Astangga yoga merupakan
tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin meningkatkan
kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang harus
dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga
yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap
tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya
kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan),
DHYANA(mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi
(telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau
merialisasikan diri).
Aplikasi dari ajaran
Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal itu
disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk
benar-benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita
telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari
sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan
Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama
(teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang
bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat,
namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri.
Pada dasarnya Yoga berarti
penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata
lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk menghubungkan diri kita yang
rendah dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan
kesehatan dan hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang
dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan.
Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya,
dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya
hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus
memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita
ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan
kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak
akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama
memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis.
Daftar Pustaka
Adiputra, I Gede Rudia “Tattwa
Darsana” Jakarta : Yayasan Dharma satarh 1990
Ali, Matius “ Filsafat
India” Tangerang : Sanggar Luxor 2010
Hadiwijono, Harun “ Sari
Filsafat India” Jakarta : Gunung mulia 1985
Manaf, Abdul Mudjahid. “
Sejarah Agama-Agama” Jakarta : Raja Grafindo Persada 1994
Waisiseka by: Deden Abdullah Safei
A.
Pendahuluan
Kata Yoga berasal dari akar kata “yuj”
yang artinya menghubungkan dan Yoga itu sendiri merupaka
pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh
tertinggi. Pendiri dari sitem Yoga adalah Hiranyagarbha
dan Yoga
yang didirikan oleh Maharsi Patanjali merupakan cabang
atau tambahan dari filsafat Samkhya, yang memiiki daya tarik
tersendiri bagi para murid yang memiliki tempramen mistis dan perenungan.
Dikatakan bahwa Yoga bersifat lebih orthodox dari
pada filsafat Samkhya, karena Yoga
secara langsung mengakui keberadaan Isvara, sehingga sistem filsafat
dari Patanjali
ini merupakan Sa-Isvara.
Samkhya, karena adanya Isvara
atau Purusa
istimewa (khusus) didalamnya, yang tidak tersentuh oleh kemalangan,
penderitaan, kerja, keinginan, dsb. Patanjali mendirikan sistem
filsafat ini dengan latar belakang metafisika dari Samkhya dan menerima 25 prinsip
atau tattva
dari Samkhya.
Yoga
menerima pandangan metafisika dari disiplin Samkhya, tetapi lebih menekankan
pada sisi praktisnya guna realisasi dari penyatuan mutlak Purusa
atau sang Diri.
Roh pribadi dalam sistem Yoga
memiliki kemerdaan yang lebih besar dan dapat mencapai pembebasan dengan
bantuan Tuhan. Kalau sistem Samkhya menetapkan bahwa
pengetahuan merupakan cara untuk mencapai pembebasan, maka dalam sistem Yoga
menganggap bahwa konsentrasi, meditasi dan Samadhi akan membawa kepada Kaivalya
atau terkandung dalam kesan-kesan dari keaneka ragaman fungsi mental dan
konsentrasi dari energi mental pada Purusa yang mencerahi dirinya.
Menurut Patanjali,
Tuhan merupakan Purusa Istimewa atau Roh Khusus
yang tak terpengaruh oleh kemalangan, karma, hasil yang diperoleh dan cara
memperolehnya. Pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih ke-Maha Tahuan,
yang tak terkondisikan oleh waktu, yang selamanya bebas dan merupakan Guru bagi
para bijak jaman dahulu.
“yoga-sutra” dari maharsi
Patanjali muncul sebagai acuan yang tertua dari aliran filsafat Yoga,
yang memiliki 4 bab; di mana pada bab I, yaitu Samadhi, pada bab II, yaitu Sadhana
Pada
menjelaskan tentang cara pencapaian tujuan tersebut; pada bab III, yaitu Vibhuti
Pada,
memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi
yang dapat dicapai melalui pelaksanaan Yoga dan bab IV, yaitu Kalvalya
Pada menggambarkan sifat dari pembebasan tersebut.
Yoga maharsi Patanjali merupakan Astanga-Yoga atau Yoga
dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik.
Hatha Yoga
membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang
memuncak pada Raja-Yoga, melalui sadhana yang
progresif dalam Hatha Yoga; sehingga Hatta-Yoga
merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan Raja-Yoga. Bila gerakan nafas
dihentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak
tertopang dan pemurnian badan melalui sat-Karma (6 kegiatan pemurnian
badan), yaitu Dhauti (pembersihan perut), Basti (bentuk alami pembersihan
usus), Neti
(pembersihan lubang hidung), Trataka (penatapan tanpa kedip
terhadap sesuatu obyek), Nauli (pengadukan isi perut) dan Kapalabhati
(pelepasan lendir melalui semacam Pranayama tertentu), serta
pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha-Yoga.
Badan akan diberi kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan
melaksanakan Asana, Bandha dan Mudra.
Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap diet makan,
tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata, berpikir dan hal ini harus dilakukan di
bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogin yang ahli dan mencerahi Jiva.
Yoga
merupakan suatu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai
kesempurnaan. Yoga juga meningkatkan daya
konsentrasi, mengendalikan tingkah laku dan pengembaraan pikiran, serta
membantu untuk mencapai keadaan supra sadar atau Nirvikalpa Samadhi. Tujuan Yoga
adalah untuk mengajarkan roh pribadi agar dapat mencapai penyatuan yang
sempurna dengan Roh Tertinggi, yang dipengaruhi oleh Vrtti
atau gejolak pemikiran dari pikiran, sehingga keadaanya menjadi jernih seperti
kristal, yang tak terwarnai oleh hubungan pikiran dengan obyek-obyek duniawi.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa Raja-Yoga
dikenal dengan nama astanga-yoga, atau Yoga
dengan delapan anggota, yaitu: (i) Yama (larangan); (ii) Niyama
(ketaatan); (iii) Asana (sikap badan); (iv) Pranayama
(pengaturan nafas); (v) Pratyahara (penarikan indra dari
obyek); (vi) Dharana (konsentrasi); (vii) Dhyana
(meditasi), dan (vii) Samadhi (keadaan supra sadar).
Kelima yang pertama membentuk anggota luar (bahir-anga) dari Yoga sedangkan
tiga yang terakhir membentuk anggota dalam (antar-anga).
Pelaksanaan yama
dan niyama
membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan para siswa Yoga
untuk
melaksanakan Yoga yang sesungguhnya. Siswa Yoga
hendaknya melaksanakan: (i) Ahimsa atau tanpa kekerasan, yaitu
jangan melukai makhluk lain baik dalam pikiran, perbuatan atau pun perkataan.
Perlakukanlah pihak lain seperti engkau ingin diperlakukan sendiri; (ii) Satya,
atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan; (iii) Asteya
atau pantang mencuri atau menginginkan milik orang lain; (iv) Brahmacarya
atau pembujangan dalam pikiran, perkataan dan perbuatan; (v) Aparigraha
atau pantang kemewahan yang melebihi apa yang diperlukan ke-lima pantangan atau
larangan ini merupakan mahavrata atau sumpah luar biasa
yang harus dipatuhi, tanpa alasan pengelakan berdasarkan Jati
(kedudukan pribadi), desa (tempat kediaman), kala
(usia dan waktu) dan samaya (keadaan).
Menurut aliran Raja-Yoga
dari Patanjali,
terdapat lima tingkatan mental yang disebut sebagai: Ksipta,
Mudha,
Viksipta,
Ekagra
dan Niruddha.
Tingkatan Ksipta
adalah di mana pikiran mengembara diantara berbagai obyek duniawi dan dijenuhi
dengan sifat-sifat Rajas. Tingkatan Mudha,
pikiran ada dalam keadaan tertidur dan tak berdaya akibat sifat Tamas.
Tingkatan Viksipta
adalah di mana sifat Sattva melampaui dan pikiran
menjadi goyang antara meditasi dan obyek dan secara perlahan-lahan pikiran
berkumpul dan bergabung. Bila sifat Sattva meningkat, kita akan
memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indra dan kelayakan
untuk perwujudan Atman. Tingkatan Ekagra,
pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang mendalam, dan sifat Sattva
terbatas dari sifat Rajas dan Tamas.
Tingkatan Niruddha,
pikiran di bawah pengendalian yang sempurna dan semua Vrtti
meninggalkan suatu samkara atau kesan-kesan yang
mendalam dan dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan sadar bila ada
kesempatan. Apabila semua vrtti dihentikan, pikiran berada
dalam keadaan seimbang (Samapatti).
Menurut Patanjali,
avidya
(kebodohan), asmita (keakuan), raga-dvesa
(suka dan beci, keinginan dan anti pati) dan abhinivesa merupakan
(ketergantungan pada kehidupan duniawi) merupakan 5 klesa besar atau mala petaka sang
menyerang pikiran. Ada keringanan dengan melaksanakan Yoga
secara terus menerus, tetapi tidak menghilangkannya sama sekali.
Pelaksanaan Kriya-Yoga dapat memurnikan
pikiran, melunakkan 5 klesa di atas dan membawa pada
keadaan Samadhi.
Mengusahakan persahabatan (maitri) terhadap sesama, kasih
sayang (karuna)
terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap yang lebih tinggi,
dan ketidak acuhan (upeksa) terhadap orang-orang kejam,
menghasilkan ketenangan pikiran (citra prasada).[1]
B.
Tuhan
dalam Ajaran Yoga
Berbeda dengan samkya, yoga mengakui adanya tuhan. Adanya tuhan
dipandang lebih bernilai praktis daripada
bersifat teori dan merupakan tujuan akhir Samadhi yoga. Dengan demikian
maka yoga, bersifat teori dan praktek dalam hubungan Tuhan. Menurut ajaran yoga
Tuhan itu adalah rokh tertinggi yang mengatasi rokh perseorangan dan bebas dari segala cacat. Ia
adalah ada sempurna kekal abadi, berada dimana-mana maha kuasa dan maha tahu.
Tuhan adalah rokh yang abadi tak tersentuh oleh duka cita. Ia adalah penguasa
tertinggi dunia ini, yang mempunyai pengetahuan tak terbatas, kekuatan tak
terbatas yang membedakan ia dari pribadi-peribadi yang lain.
Bakti kepada Tuhan
tidak hanya peraktek yoga, tetapi juga merupakan sarana pemusatan dan Samadhi
yoga. Tuhan akan memberikan kurnia yang mulia kepada seorang yang bakti
kepada-Nya brupa kesucian dan penerangan batin. Tuhan melenyapkan semua
rintangan jalan orang-orang yan bakti kepada-Nya, seperti dukacita dan
menempatkannya dalam suasana yang menyenangkan. Namun sementara rakhmat Tuhan
dapat bekerja dengan menagumkan pada
diri kita, maka kita harus siap menerimanya dengan jalan cinta kasih, murah
hati, jujur, suci dan sabar.[2]
C.
Filsafat
Waisesika: 7 unsur alam
waisesika yang
merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong kedalam Sad Darsana
agaknya lebih tua dibandingkan dengan
filsafat Nyaya-Waisiseka sebagai filsafat muncul pada abad ke 4 SM, dengan
tokohnya ialah Kanada (ulaka).
Buah karyanya adalah Waisesika Sutra yang merupan sumber dari ajaran Waisiseka.
Abad kesebelas masehi dalam perkembangannya berfungsi dengan Nyaya
sehingga banyak para filosof menyebutnya Nyaya Waisesika.
Secara umum
Waisesika membicarakan soal dharma yaitu apa yang memberikan kesejahtraan di
dunia ini dan yang dapat memberikan kelepasan
Ajarannya yang
terpenting ialah tentang katagori
(unsure) yang menjadikan segala sesuatu yang ada di alam ini.[3]
Menurut Waisesika
ada tujuh katagori (padharta), yaitu: substansi (drawya), kwalitas
(guna), aktivitas (karma), sifat umum (samanya), sifat
perorangan (wisesa), pelekatan (samawaya),dan ketidakadaan
(abhawa).[4]
Ad. 1. Substansi (drawya)
Substansi adalah zat
yang ada dengan sendirinya dan bebas dari pengaruh unsur-unsur lain. Namun
unsure lain tidak dapat ada tanpa substansi. Substansi (drawya) dapat menjadi
sebab yang melekat pada apa yang dijadikannya. Atau drawya dapat menjadi tidak
ada pada apa yang dihasilkannya.
Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat pada periuk yang
terjadi dari tanah.
Jadi tanah itu
selalu dan telah ada pada apa yang dihasilkannya,sedangkan periuk itu tidak
dapat terjadi tanpa substansi (tanah).
Ada Sembilan subsatansi yang dinyatakan oleh Waisesika yaitu: bumi
(tanah), api (panas), air (zat cair), udara (hawa), akasa (ether), waktu
(kala), ruang (tempat), akal (manas), pribadi (jiwa(atma).
Semua substansi di
atas, riel, tetap dan kekal, namun hanya hawa, waktu, dan akasa bersifattak
terbatas. Kombinasi dari Sembilan substansi itulah membentuk alam semesta
beserta isinya menjadikan hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada
di alam ini baik bersifat physik maupun yang bersifat rokhaniah.
Adapun yang
termasuk substansi badani (physik)
ialah: bumi,air, api, udara, ruang, waktu dan akasa. Sedang yang tergolong
substansi rokhaniah terdiri dari akal (manas/ pikiran) dan pribadi
(jiwa/atman). Kedua substansi rokhaniah ini bersifat kekal dan pada setiap
makhluk (manusia) hanya terdapat satu jiwa
dan satu manas. Demikianlah ppribadi (jiwa) itu bersifat individu dan
menjadi sumber kesadaran setiap mahklik yang senantiasa berhubungan dengan
kegiatan badani (physik). Setiap pribadi (atma) memiliki mmanas tersendiri yang
dipakai sebagai alat untuk mengenal dan mengalami segala sesuatu melalui
alat physic termasuk juga dipakai
sebagai alat untuk mencapai kebebasan.
Oleh karena iti
setiap mahkluk (manusia) dijiwai oleh
pribadi (jiwat/atma) maka pandangan waisesika terhadap jiwa adalah riil dan
pluralis itu bener-bener ada dan tak terbatas jumlahnya.
Ad. 2. Kwalitas ( guna)
Guna ialah keadaan
atau sifat dari suatu substansi. Guna sesungguhnya nyata dan terpisah dari
benda (substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi
yang diberi sifat. Pada substansi terdapat lima kwalitas kebendaan yaitu: bau ,
rasa, warna, raba, dan rasa. Sedangkan kwalitas rokhaniah terdiri dari 24
kwalitas yakni:
Kesenangan, kesedihan, keinginan, dharma,adharma, warna, rasa, bau,
sentuhan, bunyi, bilangan, besar,
perbedaan, hubungan, kejauhan, kedekatan, tak berhubungan, kecairan, kepekaan,
pengetahuan, perjuangan, kecenderungan, kesegaran, kebahasiaan.
Hubungan kwalitas
dengan substansi sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan karena keduanya
senantiasa mewujudkan satu kesatuan.
Contoh: merah adalah suatu warna (sifat) yang berbeda dan
terpisah dengan substansi, tetapi sulit
dapat terjadi warna merah yang tidak melekat pada suatu benda. Atau tidak ada
merah tanpa ada suatu benda (substansi) yang diwarnai oleh warna merah. Tetapi
benda dapat ada dan terlihat tanpa warna merah. Ketergantungan seperti itu
disebut pelekatan/samawanya).
Ad.3. aktifitas ( karma)
Tidak semua
substansi (zat) dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat terbatas
saja dapat bergerak atau mengubah
tempatnya. Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma,hawa dan akasa) tidak
dapat bergerak karena telah memenuhi seala yang ada.
Gerakan-gerakan
dari benda-benda di ala mini bukan bersumber dari dirinya sendiri, melainkan
ada sesuatu yang berkesadaan yang menjadi sumber gerakan itu. Benda-benda hanya
dapat menerima gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan
yang terjadi di ala mini seperti adanya hembusan angin, peredaran bumi dan
planet –planet, maka tenu ada sumber
penggerak yang adikodrati. Sumber yang adikodrati itulah Tuhan.
Karena Tuhan
sebagai sumber gerakan ala mini makaTuhan Maha mengetahui segala gerak dan
perilaku benda-benda di ala mini termasuk mengetahui bnenar perilaku (karma)
manusia.
Atas dasar itu
jelaslah Waisesika meyakini adanyaTuhan
secara anumana. Diyakini Tuhan adalah maha tahu, menjadi sumber
kesadaran yang tertinggi dan waisesika meyakini bahwa Tuhan menciptakan ala
mini dengan jalan mengatur komposisi atom-atom yang ada.
Ad.4. samanya.
Sifat umum
(samanya) ialah sifat terdapat pada sekelompok atom yang sudah tentu
berbeda-beda dengan sifat atom yang lain, seperti sifat kelompok atom air akan
berbeda dengan kelompok atom bumi maupun dengan sufat atom manas , dan sebgainya.
Cirri-ciri inilah yang disebut samanya. Samanya menyebabkan adanya
kelompok-kelompok substansi yang
berbeda-beda dialam ini. Namun di samping sifat umum , maka setiap benda
termasuk atom-atom memiliki sifat
perorangan yang kekal, yang membedakan satu atom dengan atom yang lain.
Ad.5. wisesa
Sifat perorangan
(individu) ada banyak dan beraneka ragam
karena setiap benda atau orang memiliki
sifat tersendiri dan berbeda antara benda yang satu dengan yan lain.
Karena setiap benda (substansi) memiliki wiswsa maka wisesa ini bersifat kekal.
Ad. 6. Samawaya.
Pelekatan juga
bersifat kekal dan hanya ada satu yang disebut samawaya. Pelekatan dikatakan
kekal karena pelakatan itu tentu terjadi pada benda-benda yakni pelakatan
antara benda (zat) dengan kualitasnya
seperti : api-panas, kapur-putih, tinta-hitam,es-dingin, dan sebagainya.
Api, air, dan tanah terjadi dari substansi yang atomnya bersifat
kekal, maka tentu kwalitasnyapun kekal termasuk hubungan yang tak terpisahkan
(samawaya/pelekatan) keadaannya kekal pula. Namun sifat kelekatan itu hanyalah
satu walaupun terdapat pada bermacam-macam substansi.
Ad. 7. Abhawa.
Abhawa dikatakan
katagori yang bersifat negatif kerena abhawa menyatakan ketidak-adaan yaitu ketidak adaan dari sesuatu. Jadi
abhawapun ternyata menyebabkan terjadinya sesuatu yakni ketidak-adaan.
Ketidak-adaan disini bukanlah mutlak (absolut) melainkan ketidak adaan yang
bersifat khusus dan berlaku pada ruang waktu tertentu dan terbatas.
Contoh:
di dalam ruangan tidak ada almari. Jadi yang diamati dalam ruangan itu ialah adanya abhawa khusus untuk almari itu
tidaklah mutlak untuk semua waktu dan ruang. Demikian pula halnya dengan benda
lain, seperti bunga itu tidak kuning, udara itu tidak berwarna.
Abhawa dibedakan atas 2 (dua) yaitu :
a.
Samsargabhawa
adalah ketidak-adaan suatu benda karena memang belum pernah dibuat, seperti
periuk tidak ada karena belum dibuat dari tanah liat oleh pembuatnya. Dalam hal
ini termasuk pula tidak-adanya sesuatu pada suatu benda (bunga tidak berwarna
kuning).
b.
Anyonyabhawa
adalah ketidak adaan dari suatu benda karena rusak (hancur) seperti tidak
adanya mangkok atau rumah karena sudah pecah atau habis terbakar.
D.Kesimpulan
Yoga mengakui adanya tuhan.
Adanya tuhan dipandang lebih bernilai praktis daripada bersifat teori dan merupakan tujuan akhir
Samadhi yoga. Dengan demikian maka yoga, bersifat teori dan praktek dalam
hubungan Tuhan. Menurut ajaran yoga Tuhan itu adalah rokh tertinggi yang
mengatasi rokh perseorangan dan bebas
dari segala cacat. Ia adalah ada sempurna kekal abadi, berada dimana-mana maha
kuasa dan maha tahu. Tuhan adalah rokh yang abadi tak tersentuh oleh duka cita.
Ia adalah penguasa tertinggi dunia ini, yang mempunyai pengetahuan tak
terbatas, kekuatan tak terbatas yang membedakan ia dari pribadi-peribadi yang
lain.
Secara umum
Waisesika membicarakan soal dharma yaitu apa yang memberikan kesejahtraan di
dunia ini dan yang dapat memberikan kelepasan
Ajarannya yang
terpenting ialah tentang katagori
(unsure) yang menjadikan segala sesuatu yang ada di alam ini.
Menurut Waisesika
ada tujuh katagori (padharta), yaitu: substansi (drawya), kwalitas
(guna), aktivitas (karma), sifat umum (samanya), sifat
perorangan (wisesa), pelekatan (samawaya),dan ketidakadaan
(abhawa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar