MAKALAH
HINDUISME
Topik
VI: Sumber-sumber pokook
Dipresentasikan
pada tanggal 11 Oktober 2012
Di
buat untuk memenuhi syarat perkuliahan
Mata
kuliah Hinduisme
ENIS
KHAERUNISA
1111032100021
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
A.
Pendahuluan
Kitab-kitab suci Hindu secara luas dalam dikelompokkan dalam 2 golongan.
Pertama adalah Sruti (“itu yang didengar”) dan yang lain adalah Smriti (“itu
yang diingat”). Kedua kelompok kitab-kitab suci ini dianggap “wahyu Tuhan” sama
seperti semua kitab-kitab Injil dianggap mendapat inspirasi Tuhan.
B. Kitab
Suci
Kitab suci Hindu ditulis dalam kurun
waktu berabad-abad dan menggunakan berbagai bentuk tulisan. Kitab-kitab suci
itu meliputi teks-teks filsafat yang sulit dimengerti sampai dengan
legenda-legenda dan cerita-cerita kepahlawanan.[1]
Kitab
Hinduisme dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kitab-kitab shruti dan kitab-kitab Smriti, adapun kpenjelasan kitab-kitab
tersebut adalah:
1.
Shruti
Shruti
(yang
didengar) di naggap sebagai yang suci yang berada di dalam asal usul segala
sesuatu. Kitab-kitab Shruti berisi
pujian-pujian kuno dari kitab Veda,
yang ditulis pada akhir milenium kedua BCE dalam bahasa sansekerta, bahasa
India kuno. Rig Veda, kitab yang
paling kuno dan paling suci, adalah kitab yang berisi 1.028 puisi yang
merefleksikan kehidupan pengembaraan bangsa aria yang berperang, yang
bergembira karena terbitnya matahari setiap pagi dan yang merefleksikan
heningnya malam sunyi.
Kitab-kitab Upanishad adalah bagian terakhir dari kitab-kitab Veda. Judul kitab itu mengacu pada murid
yang duduk di laki-laki guru untuk mendapatkan kebijakan kitab-kitab Upanishad memuat 120 percakapan antara
guru dan muridnya serta berisi semua ajaran Hindu yang paling penting-yaitu
mengenai Brahman dan atman.[2]
C. Smriti
Kitab-kitab Smiriti (yang diingat) adalah kitab-kitab suci tentang asal-usul
manusia. Kitab suci itu berisi cerita rakyat yang cerita rakyat yang
diceritakan oleh penutur-penutur terlatih. Ramayana,
kitab yang memuat 48.000 baris puisi, memceritakan kisah rama dan shinta serta
merpakan sumber ajaran dan nasihat spiritual yang besar bagi orang Hindu. Yakni
setiap tradisi (ucapan, perbuatan, tulisan). Yang mengandung ajaran seseorang rishi (orang suci) atau ajaran seseorang
acharya (guru) ataupun ajaran avatar
(interaksi-ilahi) seumpama Krishna dan lainnya didalam himpunan Smiriti itu
termasuk Brahmanas,panishads, mahabhara, Bhagavadgita, Ramayana, Purana, dll.
yang
termasuk golongan kedua itu pada masa belakangan memalui wewenang-resmi
dinyatakan kitab-suci guna mengahmbat sesuatu tantangan ataupun
keraguan-raguan. Dengan begitu kedudukan Smiriti
itu disamakan dengan kedudukan Sruti.[3]
Kitab
itu dipanggil dengan Brahma-sutras, yakni
benang sulam melalui himpunan Brahmanas. Kitab-kitab berisikan komentar itu
disusun oleh para acharyas pada
abad-abad menjelang dan sesudah tahun masehi.
Disamping
itu lahir kesusasteraan yang mengambil themanya dari keyakinan agamawi ataupun
sesuatu ajaran agamawi mengenai masalah kehidupan dan kemasyarakatan, dan
kitab-kitab golongan itu dipanggilkan dengan Brahmana-shastras. Termasuk dalam golongan Brama-shastras itu ialah
kitab-kitab mengenai berbagai cabang ilmu pengetahuan seumpamanya astronomi,
ketabiban, logika, matematika, bahasa, dan lainnya.baikpun Brahama-sustras
maupun Brahama-shastras itu termasuk kedalam himpunan kitab suci.
D. Kitab
Brahmana dan Aranyaka
Berbeda dari naskah atau kitab Samhita,
kitab brahmana disusun oleh para pendeta Brahmana sekitar abad ka-8 S.M kitab
tersebut bukanlah puji-pujian kepada para dewa, tetapi merupakan kitab yang
berisi keterangan-keterangan dari para tentang korban dan sasaji. Uraian-uraian
didalamnya banyak yang membosankan dan sungkar dipahami padahal pikiran
dasarnya justru sangat sederhana. Keterangan-keterangan tersebut disertai
dengan mitos dan legende tentang manusia dan dewa dengan memberikan ilustrasi
ritus-ritus korban. Pada bagian akhir kitab terdapat tambahan yang disebut
kitab Aranyaka yang berisi tentang
renungan sekitar masalah korban sehingga dianggap sakti. Karena itu
mempelajarinya harus ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia,
yaitu ditengah-tengah hutan. Selain
kitab brahmana masih ada lagi kitab lain yang pada intinya menguraikan masalah
korban, cara melakukannya, mantra-mantra yang harus diucapkan dan cara
pengucapannya. Kitab-kitab tersebut denga kitab Wedanga yang merupakan hasil pemikiran para resi.
Peraturan-peraturan yang di ajarkan didalam harus dipatuhi dan ditaati supaya
korban tidak kehilangan daya kekuatan.
Isi kitab Wedanga dapat dianggap sebagai
permulaan ilmu pengetahuan di India tentang fonetika paramasatra, etimologi,
teori sanjak, ilmu perbandingan dan aturan-aturan pergaulan dalam masyarakat.
Kitab paramasastra yang sangat terkenal adalah karya panini. Seorang pujangga
yang hidup sekitar abad 5 S.M.
Kitab yang berisi pedoman tentang
berbagai masalah kepercayaan tersebut Sutra,
bahasanya padat, kalimatnya singkat termasuk Sutra Vadanga adalah kalpa Sutra
atau Srauta-Sutra yang berisi
tentang upacara korban besar dan Grhya-sutra,
tentang orban kecil. Dharma-Sutra
berisi hukum-hukum Hindu.
Dharma-Sastra
termasuk kesusastraan Brahmana dan merupakan
kitab undang-undang yang mengatur berbagai segi kehidupan manusia. Isinya
bercampur dengan kitab lainnya, yaitu tentang pengetahuan dan dongeng-dongeng.
Yang sangat terkenal adalah Manawa-Dharma-sastra
yang menurut mitologi terkarang oleh manu(manusia pertama), kitab ini
berpengaruh terhadap umat Hindu dewasa ini baik di India maupun di Indonesia.
Kepercayaan-kepercayaan yang termuat dalam kitab wedanga dikenal dengan agama
Brahmana.
Tingakatan pemikiran pada Brahmana (pemikiran
Weda) merupakan tafsiran yang berupa prosa, sangat terinci dan isinya berupa
kidung-kidung korban atau beberapa upacara lain. Brahmanas berarti “pertautan dengan brahman” tafsiran-tafsiran ini
biasanya terdiri dari ajaran-ajaran yang memerintahkan untuk mengamalkan
perbutan yang jelek. Semuanya tadi dinyatakan dengan Arthavada yang mengambil bentuk puji-pujian terhadap kebaikan
(biasanya disebut Stuti) dan celaan
atau kecaman terhadap yang buruk (disebut Ninda).[4]
Dalam kitab brahman terdapat mitos dan
legende kuno yang ditulis Purakalpa,
Orakerti. Tulisan weda pada brahmana memperlihatkan adanya perkembangan
cerita dan mitos tentang dewa-dewa, juga tenang kosmologi yang digambarkan
dalam kidung-kidung, kitab Brahmana bercorak interpretasi esoterik dan simotik
. masing-masing dewa da ritusnya tidak dapat dilepaskan dari tiga hal, yaitu adhiyajna (korban) dan adhayatman (yang bersifat mistis dan
filosofis).[5]
Dalam agama brahmana pemujaan terhadap
matahari sangat ditekankan, kalau siwa dan beberapa kidungnya banyak tercantum
dalam Yajurweda, maka kitab Aranyaka (bagian akhir kitab brahmana) berisi
rangkaian doa yang panjang yang ditunjukan terhadap matahari, yang disebut Suryanamaskara.
-
Perubahan pada agama Brahmana
Dalam
kitab yang sebelumnya, terutama pada Samhita dan mantra, selik beluk korban
terhadap dewa belum duketahui. Penjelasan mengenai cara dan peraturan
penyelengaraan korban baru ada dalam kitab brahmana, disertai tafsiran-tafsiran
yang dilengkapi dalam kitab Wedanga, sejalan dengan itu maka pandangan terhadap
penting tidaknya suatu dewa juga mengalami perubahan , beberapa dewa bahkan kemudian tidak memegang
peranan penting lagi. Dewa waruna sebagai pengawas tata tertib kosmos berubah
turun martabatnya menjadi dewa laut. Dewa-dewa yang kemudian muncul dalam agama
adalah dewa Brahma dan Siwa. Yang dianggap jauh dari manusia
dewa Mitra juga tidak pernah
disebut-sebut lagi, Wisnu dalam perkembangan yang kemudian menjadi Prajapati.
Dewa rudra menjadi sangat penting dan disebut dengan Siwa-Ruda[6]
-
Isi kitab brahmana terdiri atas dua
bagian. Bagian pertama memberi uraian tentang
peraturan-peraturan untuk persembahan, yang memberikan tafsiran tentang
peraturan-peraturan didalam Weda. Yang kedua adalah sejenis kitab. Kitab hukum atau dharmasastra.
Sebernarnya kitab itu ialah kumpulan patoka-patokan bagi seluruh kehidupan
menurut patoka-patokan itu seluruh kehidupan harus di selenggarakan.
Kitab-kitab itu membicarakan segala hal hingga dewasa ini kitab hukum manu.
Yakni manusia pertama menurut dongengan, ialah Manawadharmasastra masih di
akui. Bahkan kitab-kitab hukum Bali dan Jawa Kuno didasarka pada kitab tersebut
oleh hukum-hukum dan patokan-patokan itu diatur dan di pertajamlah perbedaan
antara berbagai golongan yang merupakan penduduk India yang sangat tercampur
dan bermacam-macam. Selain kasta-kasta yang dahulu telah disebut, terjadilah
sekarang sejumlah kasta tercampur karena perkawinan tercampur. Tetapi orang
tidak dapat naik kasta karena perkawinan, kalau turun kasta dapat, di luar
kasta-kasta para paria, termasuk pula kedalam segala orang asing. Ketiga kasta
yang tertinggi (brahmana, ksatria, waisya) boleh memakai kalung kasta dan
membaca Weda dan mereka dipandang sebagai keturunan bangsa arya karena termasuk
kedalam salah satu kasta (upananyana), seolah-olah berarti suatu kelahiran yang
kedua, maka anggota-anggota ketiga kasta yang tertinggi disebut para dwiya
artinya orang yang lahir dua kali.[7]
-
Ketiga bnyak di jumpai dalam kitab
brahmana banyak keterangan tentang
keadaan tertentu di dalam hidyp manusia atau du dalam alam dengan pertolongan
mitologi.[8]
E. Kitab
ittihasa dan Puran
Belakangan ini ada perbincangan
yang mempersoalkan apakah itihasa itu
kitab suci Hindu ataukah tidak, Ada banyak kitab Ittihasa, namun dua
yang terkenal adalah Ramayana dan Mahabharata. Kitab suci dalam ulasan ini
adalah kitab suci sebagai pegangan sebuah agama. Jadi, kalau kita berbicara di
depan umum, apakah kitab suci agama Hindu itu? Jawabnya adalah Weda. Apakah
Itihasa bukan kitab suci? Bukan! Apakah lontar bukan kitab suci? Bukan!
Kitab suci Hindu, sebagaimana
kitab suci agama lainnya, adalah wahyu Tuhan. Dalam Hindu ini disebut Sruti.
Weda adalah Sruti yang wahyunya diterima oleh tujuh resi agung. Weda terdiri
dari empat (catur) yaitu Reg Weda, Yajur Weda, Sama Weda dan Atharwa Weda.
Kemudian menyusul kitab Brahmana, Aranyaka dan Upanisad yang dikelompokkan ke
dalam Weda sehingga disebut Catur Weda Samhita. Selanjutnya ada kitab-kitab
Sutra, Dharmasastra, Itihasa, Purana dan kitab-kitab Darsana digolongkan
sebagai Susastra Hindu. Ada buku baru dari Prof. Made Titib yang mengulas
masalah ini secara menarik, judulnya “Itihasa Ramayana dan Mahabharata
(Viracarita).”
Weda dan Susastra Hindu itu
dikelompokkan dengan menarik oleh Vatsyayasa dalam bukunya Nyayasutrabhasya.
Garis besarnya begini: Weda adalah pedoman umum dan acuan dalam ritual
(yadnya). Itihasa dan Purana menguraikan “sejarah dunia” dan tentang umat
manusia. Weda adalah sumber utama dari wahyu Tuhan, sumber segala dharma dan
hukum Hindu.
Itihasa dan Purana menguraikan
ajaran dalam Weda dengan kisah-kisah menarik sehingga mudah untuk diterima
umat. Karena begitu sulitnya mempelajari Weda, apalagi di masa lalu sarana
untuk itu terbatas, maka para Rsi membuat kisah-kisah Itihasa, tujuannya tiada
lain untuk menyebarkan isi Weda itu sendiri. Di zaman emas Kerajaan Majapahit
di mana Hindu berkembang bagus, dalam kitab Sarasamuccaya dimuat sloka yang
terjemahannya begini: “Veda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna melalui
jalan Itihasa dan Purana sebab Weda akan takut pada orang-orang yang sedikit
pengetahuannya.” Maksudnya adalah mulailah mengenal Itihasa dan Purana lebih
dahulu, kemudian setelah pengetahuan menjadi bertambah, baru ke Weda. Sampai
saat ini pun, meski kitab Weda sudah diterjemahkan dan dijual di toko buku,
masih sulit mempelajarinya jika tidak didampingi seorang guru atau nabe.
Itihasa dan Purana memang ajaran suci, tetapi
bukan kitab suci. Pertama, karena itu bukan wahyu Tuhan. Kedua, karena bentuk
Itihasa adalah kisah, tentu ada kisah buruk dan kisah baik, yang buruk jangan
dicontoh, yang baik dijadikan contoh. Ibarat seorang guru yang mengajar budi
pekerti untuk anak usia Sekolah Dasar, pembelajaran lewat dongeng sangat
dianjurkan. Weda sebagai wahyu Tuhan tentu tak memberi contoh yang buruk. Kitab
suci semuanya mengajarkan dharma.
F. Penutup
Demikian
lah makalah ini saya buat, makalah ini untuk memenuhi persyaratn perkuliahan ,
dan mohon di koreksi apabila ada kesalahan dalam penulisannya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Arifin,M.M, menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon Press,
Jakarta 1986
-
Honing, A.G.Jr, ilmu agama,PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta 1997
-
Joesoep, Sou’yb,agama-agama besar didunia, PT. Totalido, Jakarta, 1996
-
Mukti, Ali Agama-agama Dunia, PT. Hanindita,
Yogyakarta
-
Putu, setia, suara kaum muda Hindu, PT. Mandiri,Jakarta, 1993
-
Penulis Wakil Ketua Sabha Walaka PHDI Pusa
SUMBER-SUMBER POKOK
Kitab Agama Tantra, Darsana dan Upanishad
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Syarat
Pada Matakuliah Agama Hindu
Oleh :
Muhammad
Sapril
1111032100009
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
A.
Pendahuluan
Ajaran agama
dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang
disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya
memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan
di jalan dharma.
B. Kitab Tantra
Tantra adalah cabang
dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih dirahasiakan dan arti
sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan teka-teki. Kebanyakan
orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar, pada umumnya tidak
mendiskusikan Tantra.
Kata Sansekerta dari Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material. Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda. Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti, kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[9]
Kata Sansekerta dari Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material. Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda. Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti, kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[9]
Mengenai naskah Tantra
ada anggapan bahwa naskah atau kitab tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada
ummat Hindu untuk zaman Kali-yuga,
sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap
mahayuga terdiri dari empat yuga, Krta-Yuga, Trata-Yuga, Dvapara-Yuga, dan
Kali-Yuga.) penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan
ajaran-ajaran rahasia dan silit dipahami maksudnya. Pada garis besarnya, isi
kitab Tantra merupakan dialog antara Siwa dengan sakti istrinya Parwati yang
menempati kedudukan terpenting sebagai inti kekuatan dewa.[10]
Bagian terbaik dari Tantra adalah pengetahuannya mengenai energi Kundalini yang luas yang belum dimanfaatkan di dalam tubuh manusia. Tantra juga melakukan penelitian mengenai ilmu kimia, astrologi, astronomi, palmistry (ilmu meramal melalui rajah tangan), cosmologi (ilmu tentang alam semesta, awal, perkembangan, dan akhirnya) dan bahkan teori atom. Mantra-mantra adalah hadiah dari Tantra kepada agama Hindu dan dunia. Yantra, sket-sket dan bentuk-bentuk geometral yang dihubungkan dengan Mantra, juga merupakan hadiah yang sama pentingnya dari Tantra kepada kemanusiaan.
Menurut Ttantra Saraf Yang Paling Penting
Menurut Tantra adalah tiga urat saraf yang peling penting, yaitu Sushumna, Ida dan Pinggala, mulai dari Muladhara Chakra, di dasar tulang belakang. Sushumna adalah yang paling penting dari semua saraf, atau Nadi, dan ia tidak kelihatan dan sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang. Ida dan Pinggala bertemu dengan Sushumna di Ajna Chakra, titik yang terletak antara alis mata. Mereka berpisah lagi dan mengalir melalui sisi kiri dan kanan hidung.
chakra
Sepanjang Sushumna, ada tujuh pusat-pusat bathin (psychic centers) mulai dari Muladhara Chakra. Mereka tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mereka dipercaya berbentuk seperti bunga teratai dengan warna-warna yang berbeda, dan masing-masing mengendalikan kegiatan dari organ indriya yang berbeda.
Muladhara Chakra (pada dasar dari tulang belakang) memiliki empat daun bunga dan mengendalikan bau.
Swadishthana Chakra (pada dasar kelamin) memiliki enam daun bunga dan mengendalikan rasa.
Manipura Chakra (di seberang pusar) mempunyai sepuluh daun bunga dan mengendalikan pandangan.
Anahata Chakra (sejajar dengan hati) mempunyai duabelas daun bunga dan mengendalikan sentuhan.
Wisuddha Chakra (pada jakun kerongkongan) memiliki enam belas daun bunga dan mengendalikan pendengaran
Ajna Chakra (di antara alis) memiliki dua daun bunga dan mengendalikan pikiran
Sahasrara Chakra (terletak diatas titik paling atas dari kepala) mempunyai seribu daun bunga. Disini Yogi telah meperoleh Kesadaran Kosmis.[11]
Kundalini
Menurut Kitab-kitab Tantra, ada kekuatan hebat yang sangat rahasia di dalam tubuh manusia yang disebut kekuatan Kundalini atau kekuatan ular. Ia berbaring seperti seekor ular dalam gulungan atau bentuk yang tidak aktif pada dasar dari tulang belakang di Muladhara Chakra. (Tiga dari saraf yang paling penting dari tubuh manusia, Sushumna, Ida dan Pinggala, juga berawal dari titik yang sama). Menurut Tantra, karena kekuatan yang hebat ini tetap tidur (dormant) selama kehidupan seseorang, kebanyakan orang tidak menyadari keberadaannya. Dipercayai bahwa ketika seorang manusia mengembangkan spiritualitas dengan meditasi atau latihan Pranayama, kekuatan ini bangkit ke atas perlahan-lahan melalui saraf Sushumna. Bergeraknya ke atas secara perlahan dari kekuatan Kundalini ini dikenal sebagai kebangkitan dari Kundalini.
Kekuatan ini begerak ke atas secara perlahan-lahan dan mantap dan tidak melesat ke atas dalam satu garis lurus. Ketika melewati setiap pusat batin (psychic center), orang itu akan memiliki kendali penuh atas organ-organ indriyanya. Misalnya, bila ia mencapai Manipura Chakra di seberang pusar, orang itu akan mempunyai kendali penuh atas atas pandangan. Tidak ada Samadhi (persatuan dengan Tuhan) yang dapat dilakukan tanpa kebangkitan kekuatan ini. Dikatakan bahwa kekuatan Kundalini melewati keenam Chakra dan akhirnya bersatu dengan Sahasrara di atas (tiara, crown) dari kepala. Ketika ini terjadi orang tersebut telah mencapai kesadaran kosmis, bentuk tertinggi dari pengejawantahan (Tuhan).
Orang-orang Hindu jarang membicarakan tentang Tantra. Karena sifat erotik dari beberapa bagian kitab-kitab Tantra. Sayangnya, Tantra juga membahas masalah-masalah magi hitam (black magic) dan latihan-latihan yoga-seks antara pengikut wanita dan pria. Menurut Tantrisme, tindakan demikian itu akan membantu para penganut untuk menjelajahi indriya mereka dari pada ditundukkaan oleh mereka, dan untuk secara nyata mempergunakan energi seksual mereka untuk peningkatan spiritual. Penganut wanita yang ambil bagian dalam latihan-latihan erotik ini dianggap seorang Sakti. Terpisah dari apa yang kukatakan di atas, dalam banyak praktek Tantrik para penganutnya mengikut "Lima M." Yaitu Madya (anggur), Mamsa (daging), Matsya (ikan), Mudra (nasi keras) dan Maithuna (persatuan seksual). Selama pelaksanaan upacara tertentu, para penganut Tantra bahkan mengunakan obat-obatan dan kimia.
Salah satu dari praktek Tantrik dikenal dengan nama Chakra Pooja, atau "pemujaan melingkar" (circle worship). Dalam upacara ini sejumlah pasangan laki-laki dan wanita bertemu di tengah malam di tempat yang dipilih, misalnya sebuah kuburan dan melakukan "hubungan seks suci" (holy intercouse). Persatuan seks ini sangat rumit dan terperinci, mulai dengan tindakan-tindakan "pemujaan badan." Banyak dari ukiran dan lukisan erotik di India mengambarkan kegiatan-kegiatan Chakra Pooja ini. Sekalipun kebanyakan agama, termasuk agama Hindu (menurut Hukum Manu), melarang hubungan seks selama menstruasi, Tantra malah mendorongnya dengan keyakinan bahwa selama periode ini energi seorang wanita ada pada puncaknya. Ada Mudra atau gerak tangan yang khas Tantrisme, kebanyakan melambangkan kegiatan seksual. Bahkan lambang AUM tampak dalam banyak Tantra sebagai sebuah simbol mistik yang menekankan persatuan pria dan wanita. Tantrisme memiliki padanannya dalam Jainisme dan juga Buddhisme, yang memiliki empat aliran Tantra.
Keberadaan dari Tantra di India adalah contoh lain dari toleransi Hindu. Di dalam agama lain, proses berpikir seperti dalam Tantrisme sudah ditindas dengan kekerasan.[12]
C. Kitab Darsana
Menurut ummat Hindu,
beribu-ributahun lamanya para Resi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu
memperoleh inspirasi dan mampu menginterpretasikan atau menafsirkan
ajaran-ajaran Hindu secara terinci. Tafsiran tersebut nampak pada kalangan
ummat Hindu sebagai aliram-aliran atau mashab filsfat yang disebut dengan
Darsana.[13]
a. Hubungan Veda dengan Darśana
Veda merupakan sabda Brahman, wahyu Tuhan yang menjadi sumber ajaran dan
peganggan hidup agama Hindu, sedangkan Darśana pandangan para maharsi tentang kebenaran dan kemutlakan ajaran Veda dan alam semesta. Darśana Astika menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Yang mana tujuan dari Darśana
adalah untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran suci yang terkandung dalam
Veda. Dengan mendalami Darśana, akan memberikan pencerahan (kejernihan) dalam
mendalami dan mengamalkan ajaran Veda.
b. Pokok-pokok ajaran Sad Darśana
1. Saṁkhya
Ajaran ini dibangun
oleh Maharsi Kāpila, beliau yang menulis Saṁkhyasūtra. Di dalam sastra Bhagavatapurāna disebutkan nama Maharsi Kāpila, putra Devahuti sebagai pembangun ajaran
Saṁkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Saṁkhya yang kini
dapat diwarisi adalah Saṁkhyakarika yang di tulis oleh Īśvarakṛṣṇa. Ajaran Saṁkhya ini sudah sangat tua umurnya, dibuktikan dengan
termuatanya ajaran Saṁkhya dalam sastra-sastra Śruti, Smrti, Itihasa dan Purana.
Kata Saṁkhya berarti:
pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran Saṁkhya bersifat realistis
karena didalamnya mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh. Disebut dualistis
karena terdapat dua realitas yang saling bertentangan tetapi bisa berpadu,
yaitu purusa dan prakrti.
2. Yoga
Ajaran Yoga dibangun
oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran
yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga merupakan ilmu yang
bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yuj yang
berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha
yaitu penghentian gerak pikiran.
Kitab Yogasutra, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung 194 sutra.
Bagian pertama disebut: Samadhipada, sedangkan bagian kedua disebut: Sadhanapada,
bagian ketiga disebut: Vibhutipada, dan yang terakhir disebut:
Kailvalyapada.
3. Mimamsa
Ajaran Mimamsa
didirikan oleh Maharsi Jaimini, disebut juga dengan nama lain Purwa Mimamsa. Kata Mimamsa berarti
penyelidikan. Penyelidikan sistematis terhadap Veda. Mimamsa secara khusus
melakukan pengkajian pada bagian Veda: Brahmana dan Kalpasutra. Sumber ajaran ini tertuang dalam Jaiminiyasutra. Kitab ini terdiri atas 12 Adhyaya (bab) yang terbagi kedalam 60 pada atau bagian, yang isinya adalah aturan tata upacara menurut Veda.
4. Nyaya
Ajaran Nyaya didirikan
oleh Maharsi Aksapada Gotama, yang menyusun Nyayasutra, terdiri atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada
(bagian). Kata Nyaya berarti penelitian analitis dan kritis. Ajaran ini
berdasarka pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.
5. Vaisiseka
Ajaran Vaisiseka
dipelopori oleh Maharsi Kanada, yang menyusun Vaisisekasutra. Meskipun sebagai sistem filsafat pada awalnya berdiri sendiri, namun
dalam perkembangannya ajaran ini menjadi satu dengan Nyaya.
6. Vedanta
Ajaran Vedanta, sering
juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang kedua, karena ajaran
ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanisad. Kata Vedanta berakar kata dari Vedasya
dan Antah yang berarti Akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitab Vedantasutra
atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.[14]
D. Kitab Upanishad
Agama upanishad menentang ajaran-ajaran agama Brahmana, terutama
mengenai ajaran korban. Agama ini didasarkan pada kitab-kitab Upanishad, yng
merupakan kitab Weda yang paling muda usianya. Jumlahnya sangat banyak, dan ada
yang merupakan tambahan bagi kitab-kitab Aranyaka. Isinya merupakan pemikiran
falsafiyang berkisar seputar arti dan tujuan hidup dan masalah yang berkaitan
dengan hakekat manusia dan alam semesta. Dari sini muncul beberapa konsep
ajaran pokuk agama Hindu, seperti konsep Brahman dan Atman.
Masalah asal-usul dan tujuan manusia serta alam semasta digali
secara mendalam dan mendasar dalam Upanishad. Isinya banyak yang tidak lagi
bersumber pada para Brahmana, bahkan kitab itu menjadi penentang utama terhadap
kekuasaan mutlak para Pendeta. Dibeberapa tempat Upanishad mengecam keras dan
mengutuk arti dan nilai korban serta ritus-ritus yang diselengerahkan oleh para
Brahmana.
Kitab-kitab Upanishad merupakan teks-teks India yang sangat
terkenal. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berdasarkan versi
Persia (1801-1802), juga dalam bahasa Eropa lainnya, dan dianngap besar
pengaruhnya di kalangan ahli fikir Barat.
Istila Upanishad sendiri
berasal dari kata upa, ni dan shad: upani = dekat, di dekatnya;
dan shad = duduk. Jadi, Upanishad berarti “duduk dekat”, yaitu duduk di dekat
seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Istila
ini selanjutnya menjadi nama agama. Kitab Upanishad berbentuk dialog antara
seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan Brahmana
lainnya. Kitab Upanishad adalah salah
satu bagian saja dari kitab-kitab Aranyaka yang isinya menekankan pada ajaran
rahasia yang bersifat mistik dan megis.[15]
E.
Daftar Pustaka
2.
Ali Mukti. Agama-Agama
Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[1] Honing,
A.G.Jr, ilmu agama,PT. BPK. Gunung Mulia,
Jakarta 1997
[2]
Arifin,M.M, menguak Misteri Ajaran
Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon Press, Jakarta 1986,
[3]
Arifin,M.M, menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon Press,
Jakarta 1986,
[4] Joesoep,
Sou’yb,agama-agama besar didunia, PT.
Totalido, Jakarta, 1996
[5] Joesoep,
Sou’yb,agama-agama besar didunia, PT.
Totalido, Jakarta, 1996
[6] Putu,
setia, suara kaum muda Hindu, PT.
Mandiri,Jakarta, 1993
[7] Mukti,
Ali Agama-agama Dunia, PT. Hanindita,
Yogyakarta,
[8] Mukti,
Ali Agama-agama Dunia, PT. Hanindita,
Yogyakarta,
[10] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 58
[11]
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[12]
http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[13] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 57
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[15] Ali
Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988. Hal. 72, 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar