AGAMA
HINDU
Periodisasi
Sejarah Agama Hindu
Makalah
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Hinduisme
Oleh:
Arip Nurahman
(1111032100025)
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Jakarta
2012
A. Pendahuluan
Dalam membicarakan sejarah agama Hindu,
perlu mengetahui sejarah yang panjang dari gejala-gejala keagamaan yang telah
terlebur di dalam agama Hindu. Secara garis besar perkembangan agama Hindu
dapat dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama sering disebut dengan zaman weda, yang dimulai dengan masuknya
bangsa Arya di Punjab hingga munculnya agama Budha, pada masa ini dikenal
adanya tiga periode agama yang penting (tiga agama besar). Ketiga agama ini
adalah ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500 – 1000 SM). Agama
dalam periode pertama lebih dikenal sebagai agama Weda Kuno atau agama Weda
Samhita. Periode kedua di tandai oleh munculnya agama Brahmana (1000 – 750 SM).
Periode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika
bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar sungai Gangga (750 – 500 SM), agama
Weda periode ini dikenal dengan agama Upanished.
Tahap
kedua sering disebut dengan zaman Budha,
Zaman Budha dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama “ Sidharta”,
menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem Yoga dan Semadhi
sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Agama Hindu dari India
Selatan menyebar sampai keluar India dengan berbagai cara.
tahap ketiga adalah apa yang dikenal
sebagai zaman agama Hindu,
berlangsung sejak 300 M hingga sekarang.[1]
B. Zaman
Agama Budha
Zaman Budha dimulai ketika putra Raja
Sudhodana yang bernama “ Sidharta”, menafsirkan Weda dari sudut logika dan
mengembangkan sistem Yoga dan Semadhi sebagai jalan untuk menghubungkan diri
dengan Tuhan. Agama Hindu dari India Selatan menyebar sampai keluar India
dengan berbagai cara. Terutama melalui perdagangan bebas internasional.
1. Zaman
Kerajaan Maurya
Kerajaan
Maurya merupakan salah satu kerajaan yang memegang peranan penting dalam
sejarah Asia Selatan. Penemuan dan peninggalannya adalah penemuan penting yang
dapat menjelaskan bagaimana peradaban masyarakat India jaman dahulu.
Kekaisaran Maurya
diperintah oleh Dinasti Maurya
yang didirikan oleh Candragupta di
Pataliputra
(sekarang disebut Patna) di Magadha, India
timur laut. Pada 322 SM, Chandragupta naik tahta hasil dari kudeta yang
dipimpinnya dari dinasti Nanda. Pada masa pemerintahan Chandragupta merupakan
persinggungan antara India dengan bangsa asing, tepatnya kekaisaran Macedonia
yang dipimpin oleh Alexander Agung. Peristiwa ini berlangsung 2 tahun sebelum
Chandragupta naik tahta. Kedatangan Macedonia selain dengan maksud politis,
juga dengan maksud menyebarkan kebudayaan barat ke timur. Pasca ekspansi bangsa
barat adalah kemunculan budaya hellenisme, yakni perpaduan antara budaya timur
dengan budaya barat.
Chandragupta
naik tahta beberapa saat pasca kematian Alexander Agung. Ia berhasil menguasai
daerah yang sebelumnya dikuasai oleh Macedonia, dan bahkan berhasil menjalin
hubungan dengan musuh Alexander Agung, Seloucos Nicator (penguasa Yunani di
Asia Barat) yang kemudian banyak membantu Chandragupta dalam menuliskan sejarah
India.
Chandragupta
mengambil alih kekuasaan di Maghada pada 321 SM. Dalam waktu 10 tahun, ia telah
menginvasi sebagian besar India utara. Ia seorang negarawan yang baik, dan
India menjadi makmur di bawah pengaruhnya. Putranya, Bindusara (293-268 SM),
memperluas kerajaan hingga jauh ke bagian selatan India.
Cucu
Chandragupta, Asoka (268-233 SM), merupakan penguasa terbesar Maurya. Ia
memperluas kerajaan, yang dihuni oleh penduduk dengan lebih dari 60 keyakinan
dan bahasa yang berbeda. Tahun 261 SM, pasukan Maurya menghancurkan penduduk Kalingga
dalam sebuah peperangan yang banyak mengucurkan darah dan memakan korban
sebanyak 200.000 jiwa. Menyaksikan kengerian serta penderitaan tersebut, Asoka
merasa sangat terguncang dan ia memutuskan bahwa tidak ada kemenangan militer
yang harus dibayar semahal itu. Ia berpindah agama, dari seorang Hindu menjadi
pengikut Buddha, dan menanggalkan kekuasaan militer sebagai sebuah kebijakan
nasional. Ia melarang persembahan korban hewan maupun manusia dan
mempertahankan angkatan daratnya semata-mata sebagai sarana pertahanan. Asoka
juga menerapkan hukum moral Buddha mengenai sikap baik dan menjauhi kekerasan
serta memberikan perdamaian, kebudayaan, kehormatan, dan kemakmuran bagi
rakyatnya.
Raja Asoka
dengan resmi telah mengikuti ajaran Buddha, akan tetapi rakyat pada
umumnya masih setia kepada ajaran Hindu, yang sudah berakar teguh dalam
masyarakat sejak zaman purba. Para Brahmana masih memberikan pengaruh
yang besar kepada rakyat. Dalam keadaan demikian, Raja Asoka mengeluarkan
amanat supaya di antara agama - agama dan aliran - aliran haruslah ada ikatan
persaudaraan dan perdamaian, setiap agama bebas untuk melakukan kebaktian dan
mendapatkan perlindungan yang sama dari raja.[2]
Di
bidang keagamaan dikatakan masyarakat beragama Hindu memuja Heracles, Dionysus,
maupun Zeus Ombrios. Pusat pemujaan Heracles adalah Mathura,dari sini kita
dapat menduga bahwa Heracles itu Kreshna, yang lebih dikenal sebagai sais
kerata perang Arjuna, dan yang sekaligus menjadi Raja di Yadava, dan tempat
kelahirannya di Mathura. Sedangkan yang dimaksud dengan Dionysus boleh jadi
ialah Dewa Siwa, dan Zeus ialah Dewa Indra. Dapat disimpulkan dari bidang
keagamaan bahwa masyarakat pada masa Chandragupta banyak memuja Dewa, dan Dewa
yang di puja adalah Dewa local.[3]
2. Zaman
Kerajaan Setelah Maurya.
Zaman
keemasan pada pemerintahan Raja Asoka. Agama Budha dijadikan dasar
pemerintahan. Di segala penjuru kerajaan didirikan tiang-tiang batu bertahtakan
ajaran agama Budha. Di pucuk tiang tersebut terdapat patung singa sebagai
kebesaran kerajaan Maurya. Setelah Raja Asoka meninggal, kerajaan terpecah
menjadi bagian-bagian kecil. Pada abad IV muncul seorang raja yaitu Candragupta
I yang membangun Kerajaan Gupta. dengan pusatnya di Lembah Sungai
Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama
negara, namun agama Buddha masih tetap dapat berkembang.[4]
Masa kejayaan
Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta. Pada masa pemerintahannya Lembah Sungai Gangga dan Lembah
Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia ditetapkan sebagai ibukota
kerajaan.
Pengganti Raja
Samudragupta adalah Candragupta II,
yang dikenal sebagai Wikramaditiya.
Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit
perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan
tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat
semakin makmur dan sejahtera.. Kesusastraan mengalami masa gemilang. Pujangga
yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala".
Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat
dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.[5]
Dalam-perkembangannya
Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II.
India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad.[6]
Agama Hindu mengalami sebuah pasang
surut dengan munculnya agama-agama baru di India yakni Budha, Jain dan Sikh.
Namun berkat peranan Dinasti Gupta, agama Hindu kembali mendapat tempat pada
masyarakat India sampai saat ini. Di Zaman Gupta yakni pada masa Pemerintahan
Samudragupta dan Candragupta II. Ayah dan anak ini merupakan dua di antara
pemimpin-pemimpin hebat bangsa Gupta. Dinasti tersebut menguasai hampir seluruh
India Utara dari 320 sampai 497 M, meski pengaruh mereka tersebar lebih luas
dan bertahan lebih lama.
3. Agama Budha dan Jain (Reaksi Terhadap
Hinduisme)
Reaksi Agama Budha Terhadap Hinduisme
Dalam
alur sejarah agama-agama zaman agama Budha dimulai semenjak tahun 500 SM-300 M.
Secara historis agama tersebut mempunyai kaitan erat dengan agama yang
mendahuluinya dan yang datang sesudahnya yaitu Agama Hindu.[7]
Agama
Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Agama Budha muncul sebagai
reaksi terhadap domonisi golongan Brahmana atas ajaran dan ritual keagamaan
dalam masyarakat India. Selain itu adanya larangan bagi orang awam untuk mempelajari
kitab suci. Bahkan sebelumnya kaum ksatria dan raja harus tunduk kepada
Brahmana. Sidharta memandang bahwa sistem kasta dapat memecah belah masyarakat
bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat dan martabat manusia
berdasarkan kelahiran.[8]
Menurut
agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai setiap orang tanpa harus
melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana. Setiap orang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk mencapai kesempurnaan tersebut asalkan ia mampu
mengendalikan dirinya sehingga terbebas dari samsara. Sidharta Gautama dikenal
sebagai Budha atau seseorang yang telah mendapat pencerahan. Meskipun ada
pandangan dalam Hinduisme yang menganggap Buddha sebagai seorang awatara,
kadangkala ajarannya bertolak belakang dengan agama Hindu dan dianggap sebagai
suatu bentuk ateisme
karena mengajarkan bahwa dunia tidak diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta.
Meskipun agama Buddha meyakini adanya para dewa, namun para dewa tersebut
bukanlah makhluk mahakuasa, tidak menciptakan alam semesta. Meskipun ajaran
Buddha menyatakan adanya Brahma, namun Brahma tersebut berbeda dengan Brahma
dalam agama Hindu yang menciptakan alam semesta. Brahma dalam agama Buddha
tidak hanya satu; mereka hanyalah suatu golongan dewa, seperti yang dijelaskan
dalam Brahmajala Sutta.
Ajaran Buddha juga mengakui adanya Sakra, atau pemimpin para dewa, sama seperti
Indra (alias Sakra) dalam ajaran Hindu,
namun karakteristik dan mitos keduanya berbeda.[9]
Reaksi Agama Jain Terhadap Hinduisme
Jain
adalah sebuah agama dharma. Jain bermakna penaklukan. Agama Jain bermakna agama
penaklukan. Dimaksudkan penaklukan kodrat-kodrat syahwati di dalam tata hidup
manusiawi. Agama Jain itu dibangun oleh Nataputta Vardhamana hidup pada 559-527 SM yang beroleh panggilan Mahavira
yang berarti pahlawan besar.
Agama
Jain lahir lebih dahulu daripada agama Buddha. Agama Buddha punya pengikut lebih luas di luar
India, namun agama Jain terbatas hanya di India saja. Kedua agama tersebut
merupakan reaksi terhadap perikeadaan di dalam agama Hindu mengenai
perkembangan ajarannya pada masa lampau.[10]
Agama Jain sendiri lahir berdasarkan reaksi dari ketiak setujuannya
terhadap ajaran-ajaran agama Hindu, maka pada saat itu terjadi pemberontakan
besar terhadap agama Hindu yang dipimpin oleh Mahavira. Mahavira lahir pada tahun 599 SM. Nama mahavira sendiri
bukan nama asli, dia nama aslinya adalah
“vhardamana”. Dia dipanggil mahavira itu sendiri setelah ada kejadian dimana
pada suatu ketika ada seekor gajah yang terlepas dari kandangnya kemudian
merusak apa-apa yang menghalangi jalannya dia, tidak ada satu-pun orang yang
bisa menangkap dan menjinakan hewan itu. Dan ketika sedang bermain, vhardamana melihat gajah tersebut dan dia langsung menangkapnya dan
menjinakannya padahal usiannya baru 7 tahun. Akhirnya rakyat kerajaan Moghadah
amat memujikan keberanian pangeran muda itu, sejak itu-pun dia dipanggil
Mahavira (perwira perkasa).[11]
Awal mula dari kemunculan agama jain ialah ketika mahavira
menyaksikan prilaku kasta brahmana ( Brahmin ) yang banyak melakukan penyelewengan-penyelewengan
sehingga membuat muak pangeran muda tersebut. Apalagi ketika ia menyaksikan
kematian kedua orang tuanya dalam keadaan lapar padahal mereka hidup dalam
kemewahan, itu dilakukan kedua orang tuanya Karena dalam ajaran hindu mengatakan
kematian dalam keadaan lapar merupakan suatu kematian yang suci (holy
death). Setelah kedua orang tuanya meninggal itulah dia berkata kepada
saudaranya : “ saudara, untuk berkabung atas kemangkatan ibu-bapak kita, saya
berkehendak mengangkat sumpah bahwa dua belas tahun lamanya saya akan
mengabaikan tubuh menahankan bencana apapun yang datang dari kodrat-kodrat gaib
maupun manusia atau-pun hewan “.
Mahavira melakukan perjalanan
mengembara sebagai seorang kafir, dan bersumpah “ dalam masa 12 tahun terhitung
mulai dari saat ini saya tidak akan mengucapkan sepatah katapun “. Dari sumpah
itu dia mendapatkan banyak pelajaran, diantaranya dia itu lebih baik dari ucapan.
Mahavira juga tidak membenarkan membunuh apa-apa yang bernyawa. Kemudian
ajaran-ajarannya banyak didukung oleh kalangan raja-raja karena salah satu
ajarannya adalah tidak boleh menyakiti benda-benda yang mempunyai ruh tetapi
telah mewajibkan rakyat agar taat dan setia kepada orang yang memerintah,
barang siapa yang melanggar atau menentang akan disembelih kepalannya. Apalagi
seruannya mengandung sesuatu yang membayangkan isi hati mereka dalam menentang
golongan brahmana. Penyebaran hasil pemikirannya disebar melalui padato-pidato
dan ceramah-ceramah diberbagai kota di india. Dari perjalanannya itu kemudian pengikut jain lebih kurang satu juta orang dan semuanya berada di india
seperti agama hindu, pada keseluruhannya taraf sosial dan pendidikan mereka bersifat tinggi.[12]
C.
PENUTUP
Secara garis besar perkembangan agama
Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama sering disebut dengan zaman weda. Tahap kedua sering disebut
dengan zaman Budha, tahap ketiga
adalah apa yang dikenal sebagai zaman
agama Hindu, berlangsung sejak 300 M hingga sekarang.
Kerajaan Maurya merupakan salah satu
kerajaan yang memegang peranan penting dalam sejarah Asia Selatan. Asoka
(268-233 SM), merupakan penguasa terbesar Maurya. Ia memperluas kerajaan, yang
dihuni oleh penduduk dengan lebih dari 60 keyakinan dan bahasa yang berbeda. Raja Asoka
dengan resmi telah mengikuti ajaran Buddha, akan tetapi rakyat pada
umumnya masih setia kepada ajaran Hindu, yang sudah berakar teguh dalam
masyarakat sejak zaman purba.
Kerajaan setelah maurya adalah Kerajaan Gupta. Pendiri
Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta
I dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja
Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih
tetap dapat berkembang.
Agama Budha tumbuh di India tepatnya
bagian Timur Laut. Agama Budha muncul sebagai reaksi terhadap domonisi golongan
Brahmana atas ajaran dan ritual keagamaan dalam masyarakat India.
Agama Jain lahir lebih dahulu daripada agama
Buddha. Agama Buddha punya pengikut
lebih luas di luar India, namun agama Jain terbatas hanya di India saja. Kedua
agama tersebut merupakan reaksi terhadap perikeadaan di dalam agama Hindu mengenai
perkembangan ajarannya pada masa lampau. Agama Jain sendiri
lahir berdasarkan reaksi dari ketiak setujuannya terhadap ajaran-ajaran agama
Hindu.
D. DAFTA R PUSTAKA
-Manaf,
Mudjahid Abdul. Sejarah Agama-Agama.
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 1994.
-Ali,
Mukti (Pengantar). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar