Zaman
Pertengehan Sampai Kemerdekaan India
Makalah
ini dibuat untuk
Memenuhi
mata kuliah HINDUISME
Di Susun
Oleh:
ERIK ERMAWAN
1111032100061
FAKULTAS
USHULUDDIN
PERBANDINGAN
AGAMA SEMESTER 3 A
2012
Zaman Raja Harsha (606 – 647)
Pemerintahan Harsha atau
Suhasta Mama Maharaja Diraja Sri Harsha Wardana , raja Hindhu penghabisan yang
masyur (606-647).Harsha berasal dari keturunan raja – raja kecil , akan tetapi
ibunya termasuk keturunan gupta. Ditahun 604 bapaknya mengirim saudaranya yang
sulung , Rajavardhana ,dengan tentara yang kuat untuk memerangi bangsa Huna
disebelah Utara. Mula – mula Harsha menolak permintaan rakyat akan mengganti
saudaranya. Oleh sebab itu selama satu tahun pemerintahan kacau. Harsha tidak
dapat membiarkan keadaan itu dan ditahu 606 ia menerima permohonan itu , akan
tetapi sebagai pemangku. Pekerjaan nya yang pertama ialah mencari adik
perempuannya yang lari kepegunungan , setelah suaminya dibunuh oleh raja
Malwa.Baru 6 tahun setelah Harsha dipilih rakyat menjadi rajanya ia dinobatkan
dengan mengambil nama Maharajadhiraja Sri Harsha.Usaha lain yang dikerjakan
oleh Harsha ialah memperkuat balatentaranya. Setelah cukup kuatnya untuk tahan
berperang selama 5 tahun , ia mulai membulatkan kerajaannya dari India Utara
sampai ke Teluk Benggala.Harsha memerintah 46 tahun lamanya , diantaranya 37
tahun dalam suasana perang yang terus menerus. Pada penghabisan pemerintahannya
ia mengikuti teladan Asoka Maurya dan menjadi seorang santri (sangha) Buddha.
Ditahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. India tidak akan melupakan namanya , sebab ialah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna , pada masa mana India jatuh dalam sengsara dan menjadi negeri yang sepi.Akan tetapi setelah kemakmuran kembali berkat jasa raja Harsha dan musuh dari luar tidak mengancam lagi , maka terbitlah permusuhan – permusuhan diantara raja – raja yang dibawah kuasa Harsha , tidak lama setelah ia wafat[1].
Ditahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. India tidak akan melupakan namanya , sebab ialah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna , pada masa mana India jatuh dalam sengsara dan menjadi negeri yang sepi.Akan tetapi setelah kemakmuran kembali berkat jasa raja Harsha dan musuh dari luar tidak mengancam lagi , maka terbitlah permusuhan – permusuhan diantara raja – raja yang dibawah kuasa Harsha , tidak lama setelah ia wafat[1].
Zaman
kerajaan – kerajaan di India Utara , Deccan dan India selatan
Di India Tengah dan
Selatan kebudayaan Hindu terus berkembang , setelah India Utara dan Hindustan
dikuasai oleh raja – raja Islam yang datang dari Persia dan Asia
Tengah.Diantara kerajaan – kerajaan di India Tengah yang amat kuat ialah
kerajaan Chalukya sampai tahun 1190.Kebudayaan dikerajaan itu dizaman Harsha
sudah tinggi derajatnya , misalnya lukisan – lukisan yang terdapat dalam gua –
gua dilembah Ajanta.dan dinamai Kebudayaan Zaman Ajanta.
Kerajaan yang besar juga dikuasainya
diabad ke 8 ialah Rashtrakuta , dipahat di dalam gunung batu dekat Ellora ,
didaerah Hydrabad sekarang. Dari kebudayaan dizaman itu nampaklah kemunduran
agama Buddha , sedang agama Hindu bertambah maju.Deccan dan India Selatan yaitu
Bangsa Dravida , sudah mempunyai kebudayaan dan agama sendiri , sebelum bangsa
Arya datang dari Utara.
Kemudian agama Buddha juga ditanam
oleh Asoka di daerah itu. Dari percampuran agama Brahma , Buddha dan
kepercayaan asli , terjadilah lambat laun agama rakyat semata mata , yang
dinamai agama Hindu.Semenjak lama India Selatan menjadi impian raja – raja
disebelah utara , yang hendak menakklukan daerah itu. Negeri itu namanya
Tamilakam ( dalam kitab – kitab orang Yunani : Damirike ) dan terbagi atas 3
kerajaan : Pandya , Chola dan Kerala atau Chera.
Kitab – kitab bahasa Tamil sampai
sekarang banyak yang tersimpan , didalamnya terdapat syai – syair dan lakon –
lakon (drama).Kemudian mulai dari abad ke 4 sampai abad ke 8 terdengarlah
kemasyuran kerajaan Pallava yang menakklukan kerajaan – kerajaan tiga – tiganya
dan memerangi kerajaan Chalukya di India Tengah juga.
Suku Pallava itu mula – mula bersifat
pengembara dan tak mau mendiami tempat yang tetap. Diabad ke 4 kerajaan Pallava
sudah tersebut namanya yaitu pusat kota Kanchi. Raja – raja yang masyur ialah
Mahendravarman (600-625) dan Narasinhavarman (625-645) keduanya mendirikan
candi – candi yang indah tempat memuja Vishnu dan Siva.
Kemudian kuasa raja –raja Pallava
berkurang , sebab terus menerus berperang dengan Chalukya. Dengan surutnya
kerajaan Pallava mulailah kerajaan Chola timbul sekali lagi. Kerajaan Chola itu
mempunyai daerah yang melingkungi Sailan , Pegu , Martaban di Birma dan
kepulauan Andaman. Candi yang amat masyur dan masih ada sekarang di Tanjore
didirikan atas titah raja Rajarajadeva.
Sebagian dari kerajaan Chola bernama
Kalingga. Dalam nama ini tersimpan perkataan keeling. Dari India Utara datang
terutama golongan yang hendak menyebarkan agama Buddha. Mereka itu dididik
lebih dahulu dikota Kanchi , yang masyur namanya sebagai suatu pusat perguruan
luhur , sebelum berangkat ke Indonesia. Jadi teranglah pada asalnya kebudayaan
Hindu di Indonesia berdasarkan kebudayaan India Selatan dari abad – abad
permulaan Tarich Masehi. Lama kelamaan dasar – dasar Hindu itu makin kabur ,
sedang corak asli bertambah terang[2].
1.
Masa pertengahan ( 1000-1800 M)
Ciri utama masa
ini menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah sebuah konteks mendasar bagi
perkembangan hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin
tujuh belas serangan yang gemilang ke india dan mematahkan perlawanan
orang-orang HINDU dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk menghancurkan
kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput
di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad Ghuri, dan pada tahun 1200,
dinasti budak (slave dynasty) telah mendirikan aturan muslim di India Utara dan
berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang dengan baik, sampai
kedatangan Islam, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan
dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan
pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, islam menganjurkan perpindahan
agama; di pihak, Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan
monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk
menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Sebagai contoh adalah kabir (abad
ke 15), guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[3]
Kabir
menulis sekumpulan kidung (hymns) yang dikenal sebagai “Bijak”; Dadu, pengikut
Kabir dan pendiri Parabrahmana-sampradaya,
bermaksud menyatukan semua agama menjadi satu.Dia mengarahkan para pengikutnya
untuk mengumpulkan semua teks devosional dari berbagai aliran menjadi satu
kumpulan. Tulsidas (1532-1623) adalah penulis teks Ramayana dalam versi bahasa
Hindi (Rama-carita-manasa) dan Vinaya-partika; Guru Nanak (1469-1538)
menulis teks suci kaum Sikh (Granth Saahib),
yang berisi kidung-kidung yang ditulis oleh guru-guru mereka serta orang-orang
religious lainnya, baik Hindu maupun Muslim.[4]
Memang ada interaksi
antara Islam mistis dan Hinduisme, namun ajaran utama Hinduisme menarik diri
kedalam kerang pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkraman keputusan
politik, sehingga berbalik kearah penghiburan sepiritual pada tuhan. Hal ini
terlihat dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengundurkan diri
dari kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasinmenjadi
semacam pelarian diri, seperti yang dilihat dengan jelas oleh Guru Nanak.Pada
sekitar abad ke-16, keeksterman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya
puisi devosional dengan kualitas sensasional, yang geraknya diwakili oleh
surdas, Tulsidas, Mirabai, dan lain-lain.[5]
Gerakan
caitanya pada abad ke-15, yang menekankan pembacaan weda secara umum, merupakan
sebuah usaha untuk menghindarkan Hinduisme agar tidak menjadi agama rumah dan
perapian saja. Gerakan devisional ini menekankan kekuatan penyelamatan dalam
nama Tuhan terutama Krishna dan Rama, sehingga berpuncak pada pernyataan
paradox bahwa nama tuhan adalah lebih besar dari Tuhan sendiri. Gerakan
devisional (bhakti) ini dikatakan
berasal dari india selatan, dimana para devote Wishnu dan Shiwa sudah mencapai
puncaknya pada abad ke-9. Sekarang kita akan pindah ke wilayah India selatan.
Islam
masuk ke India Selatan dengan disingkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada
1307.Namun reaksi kaum Hindu di Selatan cukup menarik dan berbeda.Sejarah
mencatat bahwa ketiga aliran utama Vedanta
yang diwakili oleh Shankara (abad ke-9), Ramanuja dan madhva (abad ke-13)
muncul di Selatan.Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat
teistik, namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Vedantadan bukan hanya bersifat devosional saja.Wilayah selatan
menunjukkan kekuatan serta vitalitas lebih besar, bukan hanya secara religious,
namun juga secara politis.Hal ini disebabkan adanya kerajaan Vijayanagar yang
berkuasa dari abad ke-14 sampai abad ke-17.
Gerakan devosional (bhakti) di maharastra (wilayah barat
India) mengambil dua bentuk, yakni; varakari
dan dharakari.Bentuk dharakari lebih
bersifat aktif dan devosional, dimana salah satu tokohnya adalah Ramdas yang
menjadi guru Shivaji (1627-1680).Di bawah kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan
Marathas menjadi sebuah kekuatan politik yang kuat dan menggantikan kekuatan
Muslim di Selatan.Bentuk varakari melahirkan nama-nama besar penyair-santo di
wilayah Barat India, seperti Namadev (abad ke-14) dan Tukaram (abad ke-17).Gerakan
bhakti menyebar keseluruh wilayah India serta menghasilkan penyair-santo
seperti Shankaradeva di Assam dan Purandaradasa di Karnataka (abad ke-16).[6]
Pada
masa ini, dua gerakan politik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah
kerajaan vijayanagar di Selatan dan kerajaan Marathas dibagian Barat India
(terlepas dari kaum Sikh di Punjab).Di masa kerajaan Vijayanagar, terjadi
kebangkitan kembali studi atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang ditulis
oleh Sayana.Kemudian juyga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli
dibidang Ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda.Puisi-puisi
devosionalsaat itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi
Wishnu.[7]
Ciri
paling menonjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama
Wishnu (vaishnavism). Dua nama besar dari Selatan adalah Vallabha (1479-1531)
dari india Selatan dan Caitanya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya
mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan Radha.Vaishnavisme popoler
ini disebarkan di wilayah Maharastra oleh namadeva (abad ke-14) dan tukaram (abad
ke-17); sedangkan di utara, vaishnavisme berkembang dalam bentuk penyembahan
terhadap Rama.Tokoh-tokoh terkenal dari India Utara adalah Ramananda (abad
ke-14), Dadu (1544-1603) dan Tulsidas (1532-1623).
Pengaruh Islam dapat
dilihat dari gerakan religius di India Utara dengan ciri Monoteisme ketat,
tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap Imaji (patung,
gambar dsb). Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15) yang mengajarkan sebuah
agama universal berdasarkan pada relisasi personal akan Tuhan yang tinggal
didalam hati manusia. Kemudian, Guru Nanak (1469-1538) mendirikan agama Sikh
(1469-1538) yang berusaha untuk menyelaraskan Islam dan Hinduisme.[8]
4. Masa
Modern (1800-1947)
Pengaruh
kemudayaan Barat memberikan dampak menentukan bagi Hinduisme.Walaupun Hinduisme
popular dan tradisional tetap menguasai masyarakat umum, namun orang-orang
terpelajar sangat dipengaruhi oleh ide-ide baru yang datang dari
Barat.Rasionalisme dan positivism cukup memikat pikiran orang-orang yang tidak
puas dengan Hinduisme tradisional.Berbagai gerakan reformasi dimulai, dimana
Brahmo-Samaj, Arya-Samaj dan Ramakrishna mission merupakan merupakan gerakan
yang paling penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan barat
telah membuat penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayaan untuk menjaga
nilai-nilai tradisional Hinduisme, walaupun mereka harus menyesuaikan diri
dengan mentalitas modern.[9]
Masuknya
orang-orang Inggris sebagai penjajah membuat Hinduisme menghadapi situasi yang
berbeda secara kualitatif.Masuknya penguasa Inggris mengurangi kekuatan Islam,
namun Hinduisme harus menghadapi sebuah kekuatan baru, yakni agama Kristen. Pada
saat yang sama, Hinduisme dihadapkan dengan sebuah ancaman baru, yakni: sains,
sekularisme dan humanism. Justru melalui inisiatif orang-orang barat,
pengetahuan tentang Hinduisme ditemukan kembali dan termasuk studi atas kitab
weda.
Dampak bagi pengikut
Hinduisme tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis seperti Swami
Vivekananda bahwa Max Muller yang mengedit Rig-Weda di masa modern mungkin
adalah reinkarnasi dari sayana di masa kerajaan Vijayanagar.
Walaupun
ada sejumlah unsur yang harus di pertimbangkan untuk menjelaskan kebangkitan
kembali Hinduisme setelah tahun 1800, namun dari sisi Hinduisme sebagai system
religius, orang harus mengenali peranan Weda dalam proses tersebut.[10]Pada
masa reformasi awal, justru issu tentang Weda dan otoritas weda munculkembali
ke permukaan.Tokoh reformasi Hindu pertama adalah raja Rammohun Roy berusaha
untuk membenarkan monoteisme yang berbasis Vedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan gerakan Brahmo Samaj di wilayah Bengal untuk
melanjutkan perjuangannya. Kemudian di akhir
abad ke-19, Swami Dayananda Saraswati mendirikan gerakan Arya Samaj di Bombay, memperkuat
keabsolutan Weda yang telah dicetuskan
oleh gerakan Brahmo Samaj.
Menjelang
akhir abad ke-19 dan awal kea bad 20, perkembangan Hinduisme mengalami sebuah
proses pembalikan. Pada perkembangan sebelumnya, tradisi Hinduisme
memperkeras posisinya untuk
mempertahankan otoritas weda karena di bawah tekanan Buddhisme, Jainisme dan
Materialisme. Di masa Modern, walaupun Hinduisme sekali lagi mendapat tekanan
dari sumber Kristiani yang rasional, modernis dan reformis, Hinduisme tidak
bereaksi dengan cara yang sama. Hinduisme sekarang meninggikan pengalaman
religius di atas otoritas religius dan tidak lagi terikat pada otoritas Weda.Sri
Ramakrishna kadangkala melakukan penolakan terhadap Weda[11]
dan hanya menggunakannya sebagai sebuah symbol. Kemudian Swami Vivekananda juga
pada saat tertentu meremehkan otoritas Weda yang begitu kuat bagi kaum Hindu
dan Berkata: “ Jika saya mengutip sebuah teks dari Weda dan dan memberikan arti
yang tidak masuk akal . . . maka semua orang bodoh akan mengikuti saya”. Dia
tidak ragu untuk mengatakan hal ini dalam ceramah-ceramahnya.Hampir semua
tokoh-tokoh religius India di Masa Modern seperti B.G. Tilak (1856-1929), R.
Tagore (1861-1941), Sri Aurobindo (1872-1950), dan Mahatma Gandhi (1869-1948) …
Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda, Walaupun bukan dari Otoritas
Weda, dan bahkan Sri Rahmana Maharshi (1879-1950) mewajibkan pembacaan Weda
secara teratur di asharm
Tiruvannamalai.[12]
Daftar
Pustaka
Ø Dr. Ali Matius. Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddhisme. SANGGAR
LUXOR : Jakarta 2010
Ø Molia T.S.G. Sejarah Politik India. Balai Pustaka :
Jakarta 1959
Ø Kusnandar Ajiz. Filsafat India. Gramedia : Jakarta 2005
[3] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal 39.
[4]Jesuit Scholars, Religious Hinduism, hal. 37.
[5] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal. 39-40.
[6] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal. 40.
[7] Sharma,Arvind. Our Religion,
hal. 41.
[8]Jesuit Scholars, Religios Hinduism,
hal. 27.
[9]Jesuit Scholars, Religios
Hinduism, hal. 28.
[10] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religios, hal. 42.
[11] Renou, Louis, The Destiny of the Veda in India”, hal. 43.
[12]Sharma, Arvind, ibid, hal. 43.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar